SELAMAT DATANG DI BLOG WINDA

Jumat, 07 Juni 2013

pengertian jihad



Banyak orang menafsirkan makna jihad fi sabilillah dengan berbagai macam penafsiran. Mana makna jihad yang benar menurut kaca mata syariat Islam? Dan peperangan seperti apa saja yang dapat dikategorikan sebagai jihad fi sabilillah?
Ada upaya baru yang diciptakan oleh musuh-musuh Islam, yakni meminggirkan dan menghilangkan makna serta pengaruh istilah-istilah Islam di tengah-tengah kaum Muslim. Salah satu istilah yang berusaha mereka eliminir dan kaburkan adalah istilah jihad. Hal itu dilakukan bukan saja dengan menciptakan stereotipe negatif tentang jihad, mujahid dan syahid, tetapi juga dengan mengalihkan makna jihad secara syar’i ke pengertian jihad secara bahasa (lughawi) yang bersifat lebih umum.
Tidak dipungkiri, kata jihad memiliki pengarih yang amat luas, dan masih memiliki greget yang mendalam di kalangan kaum Muslim. Gaung jihad akan segera menghentakkan kaum Muslim, yang sehari-harinya biasa-biasa saja. Seketika kita berubah wujud menjadi luar biasa. Fenomena semacam ini amat dipahami, baik oleh musuh-musuh Islam maupun kalangan Muslim sendiri. Tidak aneh jika kata jihad sering dipelintir maknanya untuk kepentingan politik negara-negara besar maupun kalangan-kalangan tertentu.
Negara Barat kafir seperti AS, hingga kini tetap giat mempropagandakan pandangan bahwa jihad sama dengan teror, mujahidin sama dengan teroris atau ekstremis yang harus dimusuhi, dilawan, dan dibinasakan. Mereka khawatir dengan bangkitnya semangat kaum Muslim melawan hegemoni sistem kufur yang dipelopori AS. Kaum orientalis dan para pengikutnya mengarahkan makna jihad dalam pengertian yang lebih luas, mencakup jihad pembangunan, jihad menuntut ilmu, jihad mencari nafkah, jihad ekonomi, jihad politik dan sejenisnya. Semua itu mengaburkan makna jihad yang sebenarnya. Dalam skala yang lebih sempit lagi, kata jihad ternyata juga sengaja dipelintir dan dipolitisasi untuk menghadang atau melawan kelompok tertentu yang bertentangan dengan kelompok mereka. Inilah yang sekarang terjadi di negeri ini.
Untuk meluruskan persepsi keliru tentang makna jihad agar tidak digunakan untuk kepentingan politik tertentu, yang dengan gampang mengangkat perkara ini guna menghadang pihak lain yang menghalang-halangi atau mengganggu eksistensi dan kepentingan kelompok mereka, sangatlah penting menjelaskan hakikat jihad yang sebenarnya kepeda seluruh kaum Muslim.
Jihad berasal dari kata jâhada, yujâhidu, jihâd. Artinya adalah saling mencurahkan usaha1. Lebih jauh lagi Imam an-Naisaburi dalam kitab tafsirnya menjelaskan arti kata jihad –menurut bahasa-, yaitu mencurahkan segenap tenaga untuk memperoleh maksud tertentu2.
Al-Quran menggunakan arti kata jihad seperti diatas dalam beberapa ayatnya, seperti ayat berikut:
Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dalam hal yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. (TQS. Luqman [31]: 15)
Makna jihad menurut bahasa (lughawi) adalah kemampuan yang dicurahkan semaksimal mungkin; kadang-kadang berupa aktivitas fisik, baik menggunakan senjata atau tidak; kadang-kadang dengan menggunakan harta benda dan kata-kata; kadang-kadang berupa dorongan sekuat tenaga untuk meraih target tertentu; dan sejenisnya. Makna jihad secara bahasa ini bersifat umum, yaitu kerja keras.
Al-Quran telah mengarahkan makna jihad pada arti yang lebih spesifik, yaitu: Mencurahkan segenap tenaga untuk berperang di jalan Allah, baik langsung maupun dengan cara mengeluarkan harta benda, pendapat, memperbanyak logistik, dan lain-lain3.
Pengertian semacam ini tampak dalam kata jihad yang ada dalam ayat-ayat Madaniyah. Maknanya berbeda dengan kata jihad yang terdapat dalam ayat-ayat Makkiyah. Kata jihad mengandung makna bahasa yang bersifat umum, sebagaimana pengertian yang tampak dalam al-Quran surat al-Ankabut [29]: ayat 6 dan 8 serta surat Luqman [31]: ayat 15.
Tidak kurang dari 26 kata jihad digunakan dalam ayat-ayat Madaniyah. Semuanya mengindikasikan bahwa jihad disini mengandung muatan makna perang menentang orang-orang kafir dan keutamaan orang yang pergi berperang dibandingkan dengan orang yang berdiam diri saja. Pengertian semacam ini diwakili oleh firman Allah Swt:
Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. Yang demikian adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (TQS. at-Taubah [9]: 41)
Jihad dengan makna mengerahkan segenap kekuatan untuk berperang di jalan Allah juga digunakan oleh para fuqaha. menurut mazhab Hanafi, jihad adalah mencurahkan pengorbanan dan kekuatan untuk berjuang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta benda, lisan dan sebagainya4. Menurut mazhab Maliki, jihad berarti peperangan kaum Muslim melawan orang-orang kafir dalam rangka menegakkan kalimat Allah hingga menjadi kalimat yang paling tinggi5. Para ulama mazhab Syafi’i juga berpendapat bahwa jihad berarti perang di jalan Allah6.
Sekalipun kata jihad menurut bahasa memliki arti mencurahkan segenap tenaga, kerja keras, dan sejenisnya, tetapi syariat Islam lebih sering menggunakan kata tersebut dengan maksud tertentu, yaitu berperang di jalan Allah. Artinya, penggunaan kata jihad dalam pengertian berperang di jalan Allah lebih tepat digunakan ketimbang dalam pengertian bahasa. Hal ini sesuai dengan kaidah yang sering digunakan para ahli ushul fiqih:
Makna syariat lebih utama dibandingkan dengan makna bahasa maupun makna istilah (urf)7.
Dengan demikian, makna jihad yang lebih tepat diambil oleh kaum Muslim adalah berperang di jalan Allah melawan orang-orang kafir dalam rangka meninggikan kalimat Allah.
Pengaburan makna jihad dalam pengertian syariat ini, dengan cara mengalihkannya ke pengertian yang lebih umum, seperti jihad pembangunan, me untut ilmu, mencari nafkah, berpikir keras mencari penyelesaian, dan sejenisnya yang dianggap sebagai aktivitas jihad- merupakan upaya untuk menghilangkan makna jihad dalam pengertian al-qitâl, al-harb, atau al-ghazwu, yaitu berperang (di jalan Allah).
Untuk menentukan bahwa suatu pertempuran itu tergolong jihad fi sabilillah (sesuai dengan definisi diatas) atau termasuk perang saja, maka kita perlu mencermati fakta tentang jenis-jenis peperangan yang dikenal dalam khasanah Islam. Di dalam Islam terdapat kurang lebih 12 jenis peperangan, yaitu:
1. Perang melawan orang-orang murtad.
2. Perang melawan para pengikut bughât.
3. Perang melawan kelompok pengacau (al-hirabah atau quthâ at-thuruq) dari kalangan perompak dan sejenisnya.
4. Perang mempertahankan kehormatan secara khusus (jiwa, harta benda dan kehormatan).
5. Perang mempertahankan kehormatan secara umum (yang menjadi hak Allah atau hak masyarakat).
6. Perang menentang penyelewengan penguasa.
7. Perang fitnah (perang saudara).
8. Perang melawan perampas kekuasaan.
9. Perang melawan ahlu dzimmah.
10.Perang ofensif untuk merampas harta benda musuh.
11.Perang untuk menegakkan Daulah Islam.
12.Perang untuk menyatukan negeri-negeri Islam.8
Perang melawan orang-orang murtad
Murtad, menurut Imam Nawawi, adalah orang yang keluar dari agama Islam, mengeluarkan kata-kata atau tindakan kekufuran, dengan disertai niat, baik niatnya mencela, karena kebencian, atau pun berdasarkan keyakinan9. Orang yang murtad di beri batas waktu, bisa tiga hari atau pun lebih untuk bertobat10. Jika jangka waktu yang diberikan berakhir, sementara yang bersangkutan tetap tidak berubah, maka ia wajib dibunuh.
Jika yang murtad itu merupakan satu komunitas, baik didukung oleh negara kafir atau pun berdiri sendiri, hukumnya juga sama, yaitu wajib diperangi sebagaimana halnya memerangi musuh, bukan seperti memerangi bughât11.
Perang melawan para pengikut bughat
Bughat adalah mereka yang memiliki kekuatan, kemudian menyatakan keluar atau memisahkan diri dari Daulah Islamiyah, melepaskan ketaatannya kepada negara (Khalifah), mengangkat senjata, dan mengumumkan perang terhadap negara. Tidak dibedakan lagi apakah mereka memisahkan diri dari Khalifah yang adil atau zhalim; baik mereka memisahkan diri karena adanya perbedaan (penafsiran) dalam agama atau mungkin ada motivasi dunia. Semuanya tergolong bughat selama mereka mengangkat senajata atau pedang terhadap kekuasaan Islam12.
Jika ada kelompok orang semacam ini, menurut Imam Nawawi, yang harus dilakukan oleh kepala negara adalah memberinya nasehat agar mereka kembali dan bertobat13. Jika tidak kembali mereka harus diperangi agar jera. Dalam perkara ini, peperangan yang dimaksud adalah peperangan untuk mendidik mereka, bukan perang untuk membinasakan mereka. Alasannya, mereka adalah kaum Muslim yang tidak sadar, dan kesadarannya harus dikembalikan14.
Oleh karena itu, perang melawan bughat tidak tergolong ke dalam aktivitas jihad fi sabilillah. Ada dua alasan penting: (1) yang diperangi adalah kaum Muslim; (2) korban yang terbunuh dalam peperangan ini tidak termasuk syahid.
Perang melawan kelompok pengacau
Kelompok pengacau adalah mereka yang melakukan tindak kriminal dalam wujud sekumpulan orang bersenjata dan memiliki kekuatan. Tujuannya adalah merampok, menyamun, membunuh, menebar teror atau ketakutan terhadap masyarakat umum15. Para pelakunya bisa terdiri dari empat jenis: (1) orang-orang murtad; (20 orang kafir ahlu dzimmah; (3) orang-orang kafir musta’man; (4) orang Islam.
Jika di dalam Daulah Islamiyah muncul kelompok semacam ini, mereka wajib diperintahkan untuk meletakkan senjata dan menyerahkan diri, setelah sebelumnya diberikan nasehat. Apabila mereka tidak mengindahkan seruan negara, maka mereka wajib diperangi. Daulah Islamiyah wajib melenyapkan ancaman mereka atas kaum Muslim.
Perang melawan mereka dapat dimasukkan ke dalam golongan jihad fi sabilillah, jika sasarannya adalah orang-orang murtad, ahlu dzimmah dan orang-orang kafir musta’man. Sebaliknya, jika sasarannya adalah kaum Muslim yang melakukan kekacauan, peperangan melawan mereka tidak tergolong sebagai jihad fi sabilillah16.
Perang mempertahankan kehormatan pribadi
Para fuqaha memberinya istilah lain dalam peperangan jenis ini, yaitu as-siyâl. As-Siyâl adalah tindakan ancaman atas harta benda, jiwa dan kehormatan. Ketiga perkara tersebut merupakan perkara-perkara yang harus dijaga. Hukum mempertahankan ketiga jenis perkara tersebut disyariatkan oleh Islam. Jika pihak yang merampas kehormatan, harta benda, atau pun jiwa itu adalah orang-orang kafir, maka peperangan melawan mereka dimasukkan sebagai jihad fi sabilillah. Akan tetapi jika pihak yang mertampas kehormatan, jiwa dan harta benda kaum Muslim adalah juga dari kaum Muslim, maka jenis peperangan melawan mereka tidak digolongkan sebagai jihad17.
Perang mempertahankan kehormatan secara umum
Sekalipun obyeknya sama dengan jenis peperangan sebelumnya, yaitu mencakup kehormatan, harta benda dan jiwa, akan tetapi terdapat perbedaan yang mendasar dalam perkara ini. Perang dalam rangka mempertahankan kehormatan secara umum, ditujukan kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran atas kehormatan, harta benda dan jiwa, yang dimilikinya sendiri. Misalnya, sekelompok orang yang melacurkan diri, mengambil harta orang lain secara sukarela untuk berjudi, atau sekelompok orang yang bermaksud membunuh diri mereka sendiri. Inilah yang dimaksud dengan pelanggaran terhadap hak-hak Allah dan hak-hak masyarakat, karena dapat merusak kesucian jiwa dan kebersihan hidup masyarakat.
Berperang untuk mengikis habis pelanggaran hak Allah dan hak masyarakat ini, di dalam fiqih Islam lebih dikenal dengan taghyir al-munkar. Negara wajib memelihara kesucian jiwa dan kebersihan hidup masyarakat dengan memerangi mereka yang akan membinasakan kehormatan, harta benda dan jiwa mereka sendiri. Perang dalam rangka ini tidak termasuk ke dalam aktivitas jihad.
Perang menentang penguasa yang menyimpang
Peperangan jenis ini, dalam fiqih Islam dikenal dengan beberapa istilah, seperti al-khurûj (pemisahan diri), ats-tsaurah (pemberontakan atau kudeta), an-nuhûdl (kebangkitan), al-fitnah (fitnah), qitâl azh-zhulmah (memerangi kezhaliman), qitâl al-umarâ (memerangi penguasa), inqilâb (revolusi), harakat tahririyah li tashîh al-auda (gerakan pembebasan untuk perbaikan), harb ahliyah (perang saudara), dan lain-lain18.
Yang perlu diingat, peperangan jenis ini berada dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah, yakni tatkala di dalamnya tampak penyelewengan penguasa dalam:
1. Meninggalkan shalat, puasa, atau rukun Islam lainnya.
2. Tidak menegakkan rukun Islam di tengah-tengah masyarakat.
3. Melakukan kemaksiatan secara terang-terangan.
4. Melakukan kekufuran secara terang-terangan.
Peperangan jenis ini memerlukan burhân (bukti) yang pasti bahwa Khalifah benar-benar telah menyimpang dari hukum Islam yang qath’i dengan menjalankan kekufuran. Dalam kondisi semacam ini, seorang Khalifah harus dilengserkan dan dianggap murtad. Jika ia melawan, maka perang melawannya dapat dikategorikan sebagai jihad. Jika Khalifah hanya melakukan penyelewengan saja, tidak sampai melakukan kekufuran secara terang-terangan tetapi mengharuskan dirinya dilengserkan dari kedudukannya sebagai Khalifah, sementara ia tidak bersedia diturunkan, maka perang melawannya sama dengan melawan bughât, tidak dikategorikan sebagai jihad19.
Perang fitnah (perang saudara)
Perang saudara disini maksudnya adalah perang antara dua pihak atau lebih yang melibatkan kaum Muslim yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam. Contoh yang paling mudah untuk perang saudara ini adalah apa yang terjadi dan dialami oleh kaum Muslim di Afghanistan (pada masa pemerintahan Thaliban).
Perang saudara semacam ini tidak digolongkan sebagai jihad fi sabilillah. Bahkan, banyak hadits yang melarangnya, sementara para pelakunya diancam akan dimasukkan ke dalam neraka.
Perang melawan perampas kekuasaan
Kekuasaan itu ada di tangan rakyat (umat). Demikian kesimpulan dari berbagai hadits yang menyangkut bai’at. Bai’at berasal dari umat yang diberikan kepada Rasulullah saw, atau para Khalifah setelah beliau. Artinya, orang yang memperoleh kekuasaan bukan melalui tangan umat atau melalui paksaan dianggap sebagai pihak yang merampas kekuasaan.
Perang melawan pihak yang merampas kekuasaan tidak digolongkan sebagai jihad. Meskipun demikian, dalam kasus ini, terdapat dua pendapat yang berbeda di kalangan sahabat. Ali bin Abi Thalib ra menganggapnya sebagai jihad. Sikap beliau diwujudkan dalam tindakannya, yakni tidak memandikan jenazah para sahabatnya yang gugur dalam perang Shiffin. Sebaliknya adalah pendapat Asma binti Abubakar. Ia memandikan anaknya, yakni Abdullah bin Zubair tatkala berperang melawan pihak yang merampas kekuasan, yaitu Marwan bin Hakam20.
Perang melawan ahlu dzimmah
Ahlu dzimmah adalah setiap orang non muslim yang menjadi rakyat (warga negara) Daulah Islamiyah dan dibiarkan memeluk agamanya21. Ahlu dzimmah adalah orang yang terikat perjanjian dengan Daulah Islamiyah serta memperoleh dzimmah (jaminan) dari negara atas jiwa, kehormatan dan harta bendanya. Oleh karena itu, pelanggaran terhadap perjanjian tersebut dapat menggugurkan status dzimmah mereka.
Pelanggaran tersebut mencakup setiap perkara yang mengganggu atau menghilangkan harta benda, jiwa dan kehormatan kaum Muslim, seperti (1) membantu menyerang kaum Muslim, (2) membunuh kaum Muslim, (3) merampok harta benda kaum Muslim, (4) menjadi perusuh, (5) membocorkan rahasia kaum Muslim kepada musuh, (6) menodai kehormatan wanita muslimah, (7) mempengaruhi kaum Muslim agar memeluk agama mereka yang kafir.
Berbagai pelanggaran ini jika dilakukan oleh ahlu dzimmah dapat menggugurkan dzimmah (jaminan) negara atas keselamatan harta benda, kehormatan dan jiwa mereka.
Perang melawan ahlu dzimmah semacam ini termasuk jihad fi sabilillah. Alasannya, status mereka pada kondisi demikian telah berubah menjadi kafir harbi, karena mereka telah kehilangan dzimmahnya. Kasus semacam ini akan dihadapi jika mereka benar-benar melakukan konspirasi bersama dengan orang-orang kafir harbi untuk menyerang kaum Muslim22.
Perang untuk menegakkan Daulah Islamiyah
Untuk mengetahui pakah perang jenis ini temasuk jihad fi sabilillah atau bukan, harus dicermati dulu faktanya. Pertama, jika sasaran perang dalam rangka menegakkan Daulah Islamiyah itu berasal dari kalangan kaum Muslim yang tidak setuju dengan tegaknya Daulah Islamiyah, maka perang jenis ini dimasukkan ke dalam perang melawan bughat. Kedua, perang melawan ahlu dzimmah yang tidak mau tunduk kepada Daulah Islamiyah yang baru berdiri, maka peperangannya dianggap sebagai jihad melawan orang-orang kafir harbi. Ketiga, perang melawan negeri-negeri Islam yang tidak mau bergabung dalam naungan Daulah Islamiyah. Perang jenis ini dimasukkan sebagai perang melawan bughât. Keempat, perang melawan penjajah atau negara-negara kafir yang tidak ingin melihat berdirinya Daulah islamiyah. Perang jenis ini digolongkan sebagai jihad fi sabilillah.
Perang untuk menyatukan negeri-negeri Islam
Perang untuk menyatukan negeri-negeri Islam pada dasarnya tergolong perang untuk menegakkan kalimat Allah. Meskipun demikian, perlu dicermati sasarannya. Jika yang diperangi adalah orang-orang kafir atau ahlu dzimmah yang telah mencampakkan perjanjiannya, maka melawan mereka dikategorikan sebagai jihad. Akan tetapi, jika yang diperangi adalah sesama kaum Muslim yang teguh pada nasionalisme atau kebangsaannya, sementara mereka dijadikan alat oleh negara-negara kafir untuk melawan sesama kaum Muslim, maka perang melawan mereka tidak dikategorikan sebagai jihad fi sabilillah23.
Berdasarkan uraian singkat ini, kaum Muslim bisa lebih berhati-hati dalam menyikapi provokasi, ajakan, maupun seruan-seruan jihad yang disalahgunakan oleh banyak pihak yang didasarkan pada kepentingan politik tertentu. Alih-alih mengharapkan mati syahid, yang diperoleh ternyata mati konyol. Na’udzi billahi min dzalika.
Filed under: Aneka Ragam


PENGERTIAN "JIHAD" DALAM ISLAM
============================

"Jihaad" yang terdiri dari tiga huruf akar kata "j-h-d" diartikan dalam
bentuk kata benda sebagai: usaha, upaya dan karya; penggunaan,
penyelenggaraan, pemerasan dan pengerahan tenaga; kegiatan dan semangat; kerajinan dan ketekunan, penderitaan dan kesusahan). Khusus untuk kata jadian (derivatif) "jihad" dan Mujaahadat" diartikan: berjuang melawan kesulitan-kesulitan; memerangi orang-orang kafir. Dari segi bahasa secara garis besarnya, jihad dapat diartikan sebagai: Penyeruan (ad dakwah), menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran (amar ma'ruf nahi munkar), Penyerangan (ghazwah), pembunuhan (qital), peperangan (harb), penaklukan (siyar) menahan hawa nafsu (jihad an-nafs), dan lain yang semakna dengannya ataupun yang mendekati (Hilmi 2001,131).

Jihad dapat digolongkan dalam dua golongan yang disebut:
1. Jihad besar atau Al Akbar, dan
2. Jihad kecil atau Al Asghar.

Bentuk-bentuk jihad dalam agama Islam antara lain:
1. Jihad Dakwa, yaitu melalui pikiran dan pengetahuan.
2. Jihad dengan pengerahan senjata (perang). (QS An Nisa (4):49).
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan
Nya
dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh. (As Saff:4). Konon nabi
Muhammad SAW sendiri lebih dari dua puluh kali memimpin
peperangan fisik guna membela, mempertahankan dan meluaskan
agama Islam.
3. Berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa (QS An Nisa (4):95.
QS 61:11). Osama bin Laden memiliki dana sekitar US$ 4 Milyar.
Kekayaannya telah dimanfaatkan untuk mendanai aktivitas jihad
melalui berapa jaringan. Jihad dalam bentuk kedua dan tiga memiliki
kaitan yang sangat erat.

Imam Raqib al Isfani menyebut 3 arti dari jihad, yakni:
1. Berjuang melawan musuh yang nyata, yaitu memerangi manusia
yang dianggap kafir karena berbeda agama.
2. Bejuang melawan nafsu, yaitu keinginan buruk dalam diri sendiri.
3. Berjuang melawan setan.

Sedangkan menurut Ibnu Dayyin al Jauziah, Jihad terdiri dari 4 martabat, yaitu:
1. Jihad hawa nafsu, yaitu peperangan dalam diri orang tersebut untuk mengalahkan semua nafsu jahat.
2. Jihad terhadap setan.
3. Jihad terhadap orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang tidak beragama Islam.
4. Jihad terhadap orang-orang munafik, yaitu mereka yang mengaku
beragama Islam tapi perilaku hidupnya tidak mengikuti ajaran Islam.

Dengan mengacu kepada Al-qur'an dan teladan nabi Muhammad, maka secara umum diseluruh dunia pada periode abad ke-20 dan 21 ini, dan secara khususnya di Indonesia, kita dapat melihat, mendengar, mengalami dan merasakan penerapan kata "jihad" ini dalam kehidupan kaum Muslim. Mereka bangkit bagaikan singa yang terjaga dari tidurnya, dan mulai meregangkan otot-otot jaringannya, memperdengarkan auman suaranya dan bergerak untuk menyerang target-target yang dianggap sebagai penghalang, sekaligus berupaya menguasai lahan potensi dalam kehidupan berbangsa, seperti:
politik, militer, hukum, ekonomi, pendidikan, kesehatan, media &
komunikasi, seni & budaya, busana sampai pada makanan. Kesemuanya diperjuangkan haruslah berlandaskan pada syariat Islam dan bernuansa Islami.



MAKSUD JIHAD DALAM ISLAM:-

Allah berfirman di dalam Al-Quran yang mulia yang mafhumnya:
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman dengan Allah dan Hari Kemudian, yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan rasulNya dan tidak pula beragama dengan agama yang benar (iaitu) di antara ahli kitab kecuali mereka membayar jizyah dengan kepatuhan yang rela dan merasa diri mereka ditawan."
(At-Taubah:29)

"Perangilah orang-orang musyrik semuanya, sebagaimana mereka memerangi kamu semua"
(At-Taubah: 36)
Definisi Jihad:

Di dalam Al-Quran terdapat 121 ayat yang menyentuh persoalan memerangi orang kafir, perkataan-perkataan Bahasa Arab mungkin membawa pelbagai makna, tetapi dengan ketibaan ISLAM, beberapa perkataan Arab telah dihadkan maknanya kepada satu istilah sahaja iaitu istilah shari'ahnya.

Dalam istilah bahasa, jihad datangnya dari perkataan `jahada' yang bermakna "menggunakan segala usaha dengan bersungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu". Dengan istilah ini, kita mungkin berjihad ketika belajar dengan menghadapi peperiksaan. Tetapi "Jihad" dalam definisi shari'ah hanya boleh membawa satu makna iaitu "menentang orang kafir di medan pertempuran dan menghapuskan segala rintangan terhadap da'wah bagi menjadikan kalimah Allah (Islam) itu tinggi setinggi-tingginya".

Islam bukan satu agama Arab, dan tidak dikhususkan kepada kaum Arab. Allah SWT.berfirman:

"Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan kepada sekalian umat manusia, untuk memberi khabar gembira (dengan syurga) dan untuk memberi peringatan (dengan neraka), tetapi kebanyakkan manusia tidak mengetahui."
(As- Sabak:28)

Maka dari ayat di atas telah jelaslah, Islam perlu disebarkan ke seluruh umat manusia; dakwah adalah asas dasar luar negeri bagi daulah Islam semenjak Rasulullah saw mendirikan daulah di Madinah dan akan diteruskan hingga ke akhir zaman dan caranya ialah dengan Jihad. Rasulullah saw bersabda:

"Saya telah diperintahkan untuk memerangi orang ramai sehingga mereka berkata `La Ilaha Illa-Allah Muhammadun rasul-Allah'. Dan sekiranya mereka berkata demikian, maka mereka telat menyelamatkan darah (nyawa) serta harta benda mereka kecuali apa yang hak (dengan sebab)."

Dan Rasulullah saw juga bersabda:

"Al Jihad telah wujud semenjak Allah SWT mengutuskan saya dan (berterusan) sehingga yang terakhir di antara ummah saya memerangi Al Dajjal. Tiada kezaliman (seseorang) yang zalim atau keadilan (seseorang) yang adil akan menghentikannya."

Tujuan Jihad :
Jihad adalah alat yang digunakan oleh Daulah Islam untuk menyebarkan serta menyampaikan syi'ar Islam. Ianya digunakan sebagai tindakan fizikal menghapuskan segala halangan kepada dakwah Islam dan dengan cara inilah Islam dibawa keseluruh kawasan Daulah Islam baik pada zaman Rasulullah mahupun zaman para sahabat dan begitu juga di zaman khulafa' yang seterusnya. Ianya mempunyai tiga peringkat.
Yang pertama, penduduk disesuatu kawasan itu akan diajak memeluk Islam, dan mereka akan diberi tempoh untuk mengkaji dan memahami Islam; sekiranya mereka menolak mereka akan dipelawa menjadi rakyat Daulah Islam dengan membayar `jizyah' dan Islam akan diimplimentasikan ke atas mereka, dan mereka akan diberikan hak -hak yang sama seperti mana-mana umat Islam. Sekiranya pelawaan ini ditolak juga, maka tatkala itu barulah tentera Islam akan berjihad.

Perlulah difahami bahawa jihad hanyalah untuk menghapuskan rintangan terhadap dakwah kepada Islam; bukan untuk menakluk atau memperhambakan mana-mana kaum dan bukan untuk membina empayar dan tidak sekali untuk memaksa seseorang itu memeluk Islam. Allah SWT berfirman:

"Tidak ada paksaan dalam beragama..."
(Al-Baqarah: 256)

Jika diteliti setiap satu `sariah' serta `ghazwah' Rasulullah saw, kita dapati kesemuanya merupakan jihad menyerang (offensive) dan hanya satu sahaja yang merupakan defensif (itu pun merupakan satu tindakan yang taktikal sewaktu Perang Khandak). Tetapi dalam konteks masa kini, semua bentuk jihad yang wujud hanyalah jihad defensif berbeza dengan apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah.

Pengeruhan Maksud Jihad:

Askar Daulah Islam, di waktu itu digeruni seluruh dunia; setelah Daulah Islam diruntuhkan, kaum orientalis telah berjaya untuk menanam pemikiran yang karut untuk memastikan supaya umat Islam kekal lemah, mereka berusaha dan berjaya untuk mengeruhkan beberapa konsep ideologi Islam; salah satu daripada konsep yang dikeruhi ialah konsep Jihad.

a. Semasa Inggeris menjajah India (iaitu tanah Islam) mereka telah mendatangkan kumpulan Qadiani, untuk mengelirukan umat serta menghabiskan usaha serta masa umat Islam; kumpulan ini menyarankan fahaman salah bahawa `jihad telah dibatalkan'. Perlu dinyatakan di sini bahawa pihak Inggeris memang takutkan kesanggupan umat Islam di wilayah India untuk berjihad menentang mereka sekiranya diarahkan oleh Khalifah di masa itu.

b. Musuh-musuh Islam cuba juga untuk menanamkan fahaman `jihad hanyalah untuk bertahan (defensive)'. Antara Ulama-ulama yang menyarankan pendapat begini pada masa itu ialah Muhammad Abduh dari Mesir. Pendapat ini masih disarankan oleh mereka yang telah patah semangat, dan cuba untuk menyesuaikan Islam dengan keadaan serta fahaman-fahaman kufur dan thagut.

c. Mereka cuba memberatkan jihad dari segi istilah bahasa dan cuba mengelakkan dari istilah syari'ah. Dengan itu, setiap kali jihad disebut, terus fahaman yang diambil ialah `usaha sedaya upaya' dan ini memadamkan api umat Islam untuk berjuang menegakkan Islam.

d. Fahaman jihad sengaja dialihkan kepada `jihad menentang hawa nafsu, atau jihad menentang hasutan syaitan'. Dalil yang mereka bawa ilah riwayat seorang sahabat yang berbunyi: "Kami baru pulang dari suatu jihad yang kecil kepada suatu jihad yang lebih besar." Seorang sahabat yang lain bertanya: "Apakah jihad yang lebih besar itu ?" Beliau menjawab, "Jihad menentang hawa nafsu,"
(dipetik dari `Al-Asrar al Marfu'a'-Mulla al Qari')

Sedangkan...
- (ibn Hajar) Al Asqalani (kurun ke-12) menyatakan bahawa ini adalah kata-kata Ibrahim b. Abla (yakni bukannya kata-kata Rasulullah saw).
- Hafiz Iraqi menyatakan bahawa isnadnya daif (`Kanz Al Ummal' Bab 4, H.616)
- Ibn Taymiyyah menyatakan bahawa isnadnya daif (`Al Furqan)
- Lain-lain ulama Islam termasuk Qurtubi dan Suyuti menyatakan hadith ini daif.
Riwayat ini jelas bercanggah dengan ayat-ayat di dalam Al Quran. Terdapat 121 ayat yang menyebut mengenai jihad menentang orang kafir. Ramai ahli hadith menggolongkan ianya sebagai hadith maudu'(palsu). Masalahnya sekarang ada di antara cendiakawan kita yang cuba menyarankan da'yah palsu orientalis.
Sebagai contoh: Cik Salina Haji Zainol dalam artikelnya sepanjang 4 halaman bertajuk; Konsep Jihad Menurut Islam di dalam majalah Visi (terbitan IKIM) keluaran Januari-Mac 1995, telah menulis, "Adalah tidak tepat jika jihad disamaertikan dengan perang". Seterusnya artikel itu meneruskan proses mengeruhkan lagi erti kata `jihad', bila dinyatakan jihad dalam Islam melingkungi jihat nafsu dan sebagainya.
Begitu jua dengan buku terbitan terbaru Kor Agama Angkatan Tentera Malaysia (KAGAT) yang bertajuk "Ikhtibar Jihad Rasulullah" yang menjelaskan pengertian jihad sebagai "penggemblengan tenaga dengan menggunakan cara-cara yang aman. Peperangan hanya dilancarkan apabila keadaan memerlukan seperti memelihara keselamatan para pendakwah dan demi mempertahankan negara".

e. Jihad dari segi syari'ah terbahagi kepada dua jenis:

-Jihad menyerang (offensive) ini didirikan oleh Daulah Islam
-Jihad mempertahankan (defensive) dilakukan apabila umat/tanah orang Islam diserang oleh musuh Islam (kafir)

I. Kedua-dua bentuk jihad adalah wajib, tetapi kini, jihad yang pertama tidak didirikan. Musuh Islam tidak henti-henti menyerang umat Muhammad saw dan dengan kehilangan Daulah Islam, akibat mereka sibuk dengan jihad yang kedua sahaja.; ini menghalang umat dari memberi tumpuan kepada masalah dan wajib asasi iaitu penegakkan keseluruhan Islam.

II. Jihad mempunyai fungsi yang khusus dalam Islam, ianya merupakan thariqah ataupun kaedah Daulah Islam menyebarkan syiar Islam. Dengan itu, jihad mempunyai objektif yang khusus. Syuhada (mati syahid) hanyalah ganjaran bagi orang Islam yang terkorban di medan perang, maka mati syahid itu hanyalah hasilan sampingan dari berjihad; tapi kini, umat Islam mengejar syahid, tanpa menghiraukan objektif jihad yang sebenar, seperti yang ditentukan oleh Allah SWT.

III. Justeru itu juga, umat Islam melalaikan isu rancangan dan persiapan jihad dan era selepas jihad. (Kita menyaksikan keadaan yang sedih di Afghanistan). Akibatnya nasib umat Islam tidak berubah, beredar dalam pusaran pedih yang tidak putus-putus.

f. Jihad disalahgunakan tak mengira Islam atau tidak. Sekiranya kita memahami maksud jihad dari syari'ah Islam, tidak mungkin berlaku `jihad menentang sesama Islam' seperti diAlgeria, Afghanistan dan tidak mungkin juga jihad digunakan sebagai kaedah untuk menegakkan Daulah Islam!

g. Akhirnya, ada di antara umat Islam yang menganggap jihad meliputi mana-mana perjuangan yang dianggap `munasabah' dari segi fikirannya sendiri; mereka menganggap perjuangan kemerdekaan Amerika, British, Perancis, Komunis sebagai `jihad'. Islam langsung tidak diambil kira; kafir dan Muslim tidak dibezakan.
Erti jihad sebenarnya cukup luas lagi kompleks. Ulama kontemporari juga menyenaraikan penglibatan gerakan islam dalam Pilihan raya sebagai satu jihad!Iaitu usaha mengembalikan sistem kufur (demokrasi) kepada pemerintahan islam (sistem khilafah) yang syumul lagi menyeluruh.

Anas r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah saw berkata:

"Tiada siapa yang telah memasuki syurga akan mahu pulang ke dunia, walaupun jika ianya diberi segala apa yang dikandungi dunia; kecuali yang syahid, dia akan asyik mengharapkan dapat pulang ke dunia dan disyahidkan 10 kali lagi `fi sabilillah' disebabkan penghormatan yang diberi sebagai balasan syahidnya."
[Bukhari dan Muslim]

''Akan datang segolongan manusia pada hari kiamat di mana iman mereka adalah iman yang dahsyat, cahaya mereka memancar disekeliling mereka. Dikatakan oleh para malaikat pada mereka: 'Khabar gembira buat kalian pada hari ini. Salam sejahtera ke atas kalian. Masuklah ke dalam syurga selama-lamanya'.
Para malaikat dan para nabi merasa gembira kerana kecintaan Allah ke atas mereka. Para sahabat bertanya: 'Siapakah mereka itu wahai Rasullullah?'. Dijawab: 'Mereka bukan dari kita. Kalian adalah sahabat-sahabatku. Mereka adalah kecintaanku. Mereka akan datang selepas kalian, yang pada saat itu, mereka dapati Al-Quran telah diabaikan dan As-Sunnah ditinggalkan. Namun mereka kemudian mempelajarinya dan mengajarkannya.
Mereka dikepung oleh berbagai siksaan dari setiap tempat dan penjuru lebih dari apa yang menimpa kalian. Iman salah seorang dari mereka sebanding dengan 40 orang dari kalian. Dan syahid seorang dari mereka sebanding dengan 40 syahid dari kalian, sebab kalian mendapat dukungan dalam mempertahankan kebenaran. Mereka dikepung oleh berbagai kezhaliman dari berbagai penjuru. Mereka berada di Baitul Maqdis. Ya Allah, tolonglah mereka, jadikanlah mereka sebagai pengikut-pengikut (teman-temanku) di Al-Haudh (telaga nabi di syurga) (Thabrani)

'Apabila telah bermaharajalela (muncul) dalam diri kalian dua kemabukkan: mabuk kebodohan dan mabuk kecintaan terhadap kehidupan, maka saat itulah kalian tidak memerintah kepada maaruf dan mencegah kemungkaran. Pada waktu itu orang yang terus berpegang dengan Kitabullah baik secara sembunya maupun terang-terang adalah setara dengan para pendahulu dari Muhajirin dan Anshar'
(Na'im bin Hammad dari Ibnu Wadhah)

'Orang yang terus berpegang pada agama dan sunnahku di zaman yang penuh dengan kemungkaran bagaikan orang yang menggenggam bara api. Siapa saja yang melaksanakan sunnahku pada saat demikian itu pahalanya senilai 50 orang dari kalian (sahabat)'
(Ibnu Wadhah dari Abu Tha'labah al-Khusyaini)
Semoga kita terus berjuang mengembalikan kegemilangan Islam dimuka bumi ini!
Al-Hamra': teruskan jihad kalian!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar