LAPORAN PRAKTEK MAGANG
ANALISIS PEMANFAATAN DATA BIOLOGI IKAN
TERUBUK DI PERAIRAN KABUPATEN BENGKALIS DAN KABUPATEN LABUHAN BATU DALAM WILAYAH KERJA BALAI
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT (BPSPL)
PADANG SUMATERA BARAT
OLEH
WINDARTI NOFRIYAN NENGSIH
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014
RINGKASAN
Windarti
Nofriyan Nengsih (1004136050). Analisis Pemanfaatan Data Biologi Ikan
Terubuk Di Perairan Kabupaten Bengkalis Dan Kabupaten Labuhan Batu Dalam
Wilayah Kerja Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Laut (BPSPL) Padang
Sumatera Barat, dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Thamrin MSc.
Praktek magang ini dilaksanakan mulai
Januari hingga Februari 2014 yang bertempat di Balai Pengelolaan sumberdaya
Pesisir dan Laut Padang Sumatera Barat. Metode yang digunakan dalam praktek
magang ini adalah metode analisis secara kuantitatif. Adapun prosedur praktek
magang ini yaitu menghitung hubungan panjang berat
dan parameter pertumbuhan dengan menggunakan perangkat keras berupa komputer,
software FISAT II dan Microsoft Excel.
Ikan terubuk dapat digolongkan sebagai
ikan pemakan plankton. Populasi ikan terubuk saat ini sangat menurun bahkan
dapat dikatakan sedikit sekali hasil tangkapan. Hal ini sangat dimungkinkan
karena telah mengalami tekanan ganda, yaitu akibat penangkapan secara terus
menerus terhadap ikan betina dewasa (terubuk) guna diambil telurnya dan kecenderungan
degradasi lingkungan (terutama disebabkan oleh serbuk kayu) pada daerah habitat
utama ikan tersebut. Ikan terubuk yang bertelur mempunyai harga jual lebih
tinggi di bandingkan ikan terubuk tidak bertelur atau terubuk yang masih
berukuran kecil.
Perhitungan
hubungan panjang dan berat ikan terubuk untuk menentukan laju pertumbuhan berat
dan panjang dimana kecepatan pertumbuhan ikan dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan
panjang ikan T.
ilisha
dan ikan T. Macrura lebih
dominan dibandingkan dengan laju pertumbuhan berat karena b<3.
T. ilisha
dan T. macrura mempunyai
laju pertumbuhan yang cepat karena ikan ini dalam 11 bulan sudah mencapai
panjang maksimum (L∞) dan kebanyakan ikan yang pertumbuhannya cepat berumur
pendek. Pertumbuhan cepat bagi ikan terubuk karena pada saat berumur muda
energi yang didapat dari makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan dan
pada ikan yang sudah tua energi yang diperoleh dari makanan digunakan untuk
mempertahankan dirinya dan mengganti sel-sel yang rusak.
Dari hasil perhitungan pendataan ikan
terubuk yang tertangkap oleh nelayan didominasi ikan jantan karena bisa dipengaruhi
faktor mencari makan dan pengaruh arus yang kuat sehingga ikan masuk ke sungai
untuk beruaya, ikan terubuk mempunyai sifat hermaprodit protandri dimana saat
kecil berjenis kelamin jantan dan disaat dewasa berjenis kelamin betina.
Tingginya intensitas penangkapan menyebabkan semakin besar nilai K (daya
dukung) dan semakin kecil nilai L∞ karna
individu muda belum sempat dewasa namun sudah tertangkap sehingga penangkapan
yang berlebihan bisa menimbulkan kepunahan bagi spesies tertentu.
Upaya pengelolaan ikan terubuk sudah
dilakukan dengan berbagai kegiatan dalam penyelamatan ikan terubuk di perairan
Bengkalis seperti proyek pembangunan masyarakat pantai dan pengelolaan
sumberdaya perikanan Riau di Bengkalis mulai tahun 1998-2004. Proyek ini
dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia melalui
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau dan Kabupaten Bengkalis dengan
sasaran yang hendak dicapai adalah mengurangi tekanan yang dilakukan terhadap
perikanan pantai termasuk ikan terubuk. Kegiatan ini juga melibatkan Pemerintah
daerah, Perguruan tinggi, Lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat.
Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Jenis Ikan Terubuk (Tenualosa macrura) No KEP.59/MEN/2011.
1. Larangan penangkapan jenis ikan terubuk (Tenualosa macrura) saat pemijahan pada bulan terang di bulan Agustus sampai dengan bulan November setiap tanggal 14, 15, dan 16 kalender Hijriyah.
2. Larangan penangkapan jenis ikan terubuk (Tenualosa macrura) saat pemijahan pada bulan gelap di bulan Agustus sampai dengan bulan November setiap tanggal 28, 29, 30, dan 1 kalender hijriyah.
Peraturan untuk ikan terubuk yang ada di Labuhan Batu belum
dibuat karena wilayah Labuhan Batu masih dalam tahap identifikasi spesies dan
masih dalam tahap pencarian penetapan kawasan zona konservasi.
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis ucapkan atas kehadirat allah SWT, berkat rahmat dan hidayahnya
laporan praktek magang dengan judul “Analisis
Pemanfaatan Data Biologi Ikan Terubuk Di Perairan Kabupaten Bengkalis dan
Kabupaten Labuhan Batu Dalam Wilayah
Kerja Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang Sumatera
Barat” dapat di selesaikan.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Thamrin, MSc yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan nasehat dalam menyelesaikan laporan
praktek magang ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
keluarga besar Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang
yang telah membantu jalannya pembuatan laporan praktek magang serta kepada seluruh pihak yang telah banyak
membantu dalam penyusunan laporan praktek magang ini.
Penulis
menyadari masih terdapat banyak kesalahan dalam penulisan laporan praktek
magang ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan laporan praktek magang ini.
Pekanbaru,
Mei 2014
Windarti
Nofriyan N
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia
dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi
di dunia, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat endemisme yang tinggi
yang dilengkapi dengan keunikan tersendiri membuat Indonesia memiliki peran
yang penting dalam perdagangan flora dan fauna dunia. Namun, dengan kekayaan
sumberdaya hayati tersebut, Indonesia termasuk negara terbesar yang mengalami
keterancaman punah terhadap spesies-spesiesnya (Chairul,2010 dalam BPSPL Padang,2013).
Secara sosial ekonomi,
sebagai negara berkembang, sebagian besar masyarakat Indonesia masih tergantung
pada keberadaan sumberdaya pesisir dan laut tersebut. Pemanfaatan sumberdaya
pesisir dan laut, terutama pemanfaatan ikan segar untuk konsumsi dan ikan hidup
sebagai hiasan akuarium telah berlangsung lama, sejak tahun 1970-an (Indrajaya et
al., 2011). Dengan populasi penduduk yang semakin meningkat dan kemajuan
teknologi, maka eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya alam pesisir dan
laut semakin tinggi dan tidak terkendali. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan
laut yang bersifat eksploitatif dan tidak memperhatikan daya dukung lingkungan,
akan menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian sumberdaya alam tersebut
bagi generasi mendatang.
Sejalan dengan meningkatnya
jumlah populasi manusia dan peningkatan kebutuhan terhadap sumberdaya hayati
laut telah mengakibatkan menurunnya populasi beberapa biota perairan, termasuk
populasi ikan terubuk. Pemanfaatan ikan terubuk secara berlebihan (over fishing ) dan kerusakan lingkungan
telah menyebabkan penurunan populasi ikan terubuk secara drastis, ikan terubuk
yang terdapat di Indonesia merupakan 2 jenis ikan terubuk diantara 5 spesies
ikan terubuk yang ada di dunia, ikan terubuk tersebut ditemukan di Kabupaten
Labuhan Batu Sumatera Utara dan perairan Bengkalis Riau.
Pada
umumnya penangkapan ikan ini dilakukan pada saat ikan akan memijah dan pada
saat ikan-ikan generasi baru menuju dewasa yang masih berinteraksi di perairan
estuari dan sungai. Penangkapan seperti ini secara langsung akan mengancam kelangsungan
dan kelestariannya, karena yang menjadi sasaran tangkap adalah induk-induk ikan
yang bertelur dan ikan yang beruaya untuk memijah. Efek yang dirasakan adalah
mulai langkanya ikan ini di perairan, hal ini terlihat dari semakin sulitnya
ikan ini diperoleh di alam (Efizon et al.,
2012)
Secara
teoritis beberapa faktor penyebab punahnya suatu sumberdaya ikan adalah; 1). Kelebihan
tangkap, 2). Pencemaran, 3). Introduksi ikan-ikan pemangsa, dan 4). Pemotongan
jalur migrasi. Sedangkan upaya pencegahan dan pelestarian dapat dilakukan
dengan berbagai cara, seperti: pengaturan penangkapan, pembuatan kawasan
perlindungan, penangkaran untuk budidaya dan lain sebagainya (Efizonet al., 2012).
Salah satu cara pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut yang efektif adalah dengan mengembangkan Kawasan
Konservasi Perairan (KKP), yaitu mengalokasikan sebagian wilayah pesisir dan
laut sebagai tempat perlindungan bagi ikan-ikan ekonomis penting untuk memijah
dan berkembang biak dengan baik seperti ikan terubuk yang ada di Labuhan Batu dan
Bengkalis. Dengan mengalokasikan sebagian wilayah pesisir dan laut yang
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, ekosistem terumbu karang yang
sehat, dan menyediakan tempat perlindungan bagi sumberdaya ikan, maka pada akhirnya akan mendukung kegiatan perikanan dan pariwisata
berkelanjutan.
Dalam konteks ekonomi, penurunan ukuran ikan
dan jumlah hasil tangkapan juga mengurangi pendapatan nelayan. Untuk itu
indikator pertumbuhan panjang dan berat juga dijadikan indikator perubahan
ekosistem. Indikator pertumbuhan diantaranya adalah kajian mengenai panjang
maksimum yang masih mungkin dicapai oleh ikan serta bentuk hubungan
panjang dan berat yang terbentuk.
1.2.Tujuan
Magang
Tujuan
dari praktek magang ini adalah untuk menggali informasi dan menganalisis data biologi ikan terubuk dengan analisis hubungan panjang berat
dan parameter pertumbuhan sebagai bahan yang dapat menjadi informasi dalam
menyusun pengelolaan perikanan ikan terubuk di kawasan Kabupaten Labuhan Batu dan
Kabupaten Bengkalis.
1.3. Manfaat
Magang
Manfaat praktek magang ini yaitu dapat memahami, menambah pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan mahasiswa dalam mengolah data biologi ikan terubuk serta
bisa menjadi acuan ukuran dalam penangkapan ikan terubuk untuk menghindari
ekploitasi berlebihan yang ada di Labuhan Batu dan Bengkalis serta bisa
menerapkan kawasan konservasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan identifikasi dan
klasifikasi ikan terubuk di perairan
Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau termasuk ke dalam:
Ordo : Clupeiformes
Sub
ordo : Clupeoidei
Famili : Clupeidae
Sub
famili : Alosinae
Genus : Tenualosa
Spesies : Tenualosa macrura (Bleeker,1952: Whitehead 1985dalam KKP, 2012).
2.1.2.KlasifikasiTenualosa ilisha
Klasifikasi ikan terubuk
di perairan DAS Barumun Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara termasuk
ke dalam:
Ordo :
Clupeiformes
Sub ordo :
Clupeoidei
Family :
Clupeidae
Sub family :
Alosinae
Genus :
Tenualosa
Spesies : Tenualosa ilisha (Hamilton, 1822;
Bleeker, 1952; Whitehead, 1985dalam BPSPL Padang 2013).
2.1.3.Morfologi ikan terubuk
Morfologi ikan terubuk yang
berada di Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Bengkalis bisa dilihat dalam Tabel
1.
Tabel 1.
Morfologi Ikan Terubuk
Tenualosa
macrura
|
Tenualosa ilisha
|
Ciri-ciri tubuh pipih
|
Ciri-ciri tubuh pipih
|
Panjang 52 cm
|
Panjang 72 cm
|
Bersifat pelagik dan anadromous
|
Bersifat pelagik dan anadromous
|
Badan polos (tidak mempunyai
bintik hitam di sepanjang tubuhnya)
|
Badan polos (tidak mempunyai
bintik hitam di sepanjang tubuhnya)
|
Panjang kepala 22-25% dari
panjang tubuhnya
|
Panjang kepala 22-25% dari
panjang tubuhnya
|
Panjang sirip ekor 40-42% dari
panjang tubuhnya
|
Panjang sirip ekor 40-42% dari
panjang tubuhnya
|
Ingsang rakersnya terdapat 60-75 pada
lengkungan bawah ingsang
|
Insang rakersnya terdapat 60-75 pada
lengkung bawah insang
|
Terdapat satu sirip punggung (dorsal
yang pendek)
|
Terdapat satu sirip punggung (dorsal
yang pendek)
|
Ekor bercagak, panjang dan
runcing
|
Ekor bercagak, pendek dan tidak
runcing
|
Sirip perut (ventral) pada abdomen
|
Sirip perut (ventral) pada abdomen
|
Dagingnya berminyak
|
Dagingnya berminyak
|
Sumber KKP 2012 dan BPSPL Padang
2013
Untuk
lebih jelasnya tentang morfologi ikan terubuk dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2:
Gambar 2.Tenualosa
ilisha
Ikan terubuk merupakan kelompok
ikan-ikan pelagis kecil, famili
dari clupeidae
yang lebih dikenal sebagi ikan herring
di Barat (Eropa). Kelompok
ikan ini sangat berharga sebagai ikan konsumsi di dunia. Secara total ikan herring ini tertangkap lebih dari 8 juta
ton dewasa ini, diperkirakan kurang lebih 15% dari total tangkapan ikan di
dunia. Ada pun ciri-ciri spesies terubuk
menyukai hidup bergerombol,
dagingnya berminyak, sangat
berguna bagi industri
dan pertumbuhan tubuh manusia. Famili
Clupeidae diperkirakan berjumlah
± 160 spesies dan 50
genus. Kebanyakan hidup
dilautan tropis, tetapi ada yang hidup di air tawar, dan ada juga bersifat anadromous artinya menuju
sumber air tawar untuk memijah, sedangkan menuju dewasa melaut.
Beberapa spesies ini cepat tumbuh dan umurnya kurang lebih 2 tahun (Nuitjah, 2010 dalam
KKP, 2012).
Lima spesies ikan tropis Shad (Terubuk
di Indonesia, Terubok di Malaysia, Hilsa di India). Spesies Tenualosa hidup di perairan estuaria dan
perairan pantai Asia. T. ilisha
adalah spesies yang paling tersebar di dunia dan paling banyak dipelajari, spesies ini ditemukan di perairan Sumatera
bagian Utara dan dari perairan Kuwait hingga basis perikanan penting di
Banglades, India, Birma, dan Pakistan, (Whitehead 1985; Al-Baz 2001; Sann
Aung 2001; Blaber et al. 2003).
Di perairan
Bengkalis juga terdapat ikan dengan famili Clupeidae,
Carangaidae, dan Scomberidae yang bernilai ekonomis. Jenis ikan dari family Clupeidae merupakan jenis ikan yang
paling dominan dengan spesies Tenualosa
macrura. Karena ikan T. macrura
merupakan ikan yang nilai jual tinggi dengan harga yang bervariasi sehingga
banyak nelayan yang menangkap ikan tersebut, terutama ikan terubuk yang
bertelur (KKP,2012).
2.2.Habitat Dan Penyebarannya Ikan Terubuk
Ikan terubuk adalah ikan estuaria yang penyebarannya
sangat terbatas di perairan estuaria dan hidup berkelompok umumnya mendekati
perairan hingga kedalaman 200 m yang berada sekitar Indonesia di DAS Barumun Sumatera
Utara dan Bengkalis. Ikan ini bersifat hermafrodit protandri dan berpijah sepanjang
tahun di sekitar muara. Dalam keseluruhan
siklus hidupnya yang dijalani dalam waktu kurang dari dua tahun (18 bulan),
pada tahun pertama kehidupannya sebagai ikan jantan disebut (pias) dan pada tahun
kedua sebagai ikan betina disebut (terubuk).
Ikan terubuk adalah ikan pemakan plankton terutama larva dari kelompok Crustacea dan Brachyura (meroplankton) disamping larva Molluska, Annelida dan
Diatomae (Blaber et al., 1999).
T. macrura dikenal sebagai ikan terubuk
di Indonesia dan terubuk di Malaysia, ikan ini adalah salah satu spesies dari 5 jenis shad (Clupeidae) yang ada di perairan
tropis dan subtropis di muara dan pantai beberapa negara (Whitehead,1985). Dengan
pengecualian T. ilisha yang memiliki distribusi
yang sempit pada perairan
Indonesia hanya terdapat pada perairan Labuhan Batu Sumatera Utara, karena ikan ini ditangkap oleh nelayan, sebagian besar negara-negara yang
mengeksploitasi spesies ini tidak peduli akan kelangsungan hidupnya. Untuk
keperluan pengelolaan sumberdaya ikan, maka
informasi tentang komposisi ukuran, pola pertumbuhan dan ukuran ikan yang layak
tangkap (legal size) akan menjadi sangat penting (Blabber et al.,1997 dalam KKP, 2012).
2.3.Pola Pertumbuhan
Pertumbuhan
adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satu ukuran waktu, sedangkan
bagi populasi adalah pertambahan jumlah (Effendie, 1997). Pertumbuhan merupakan proses biologi
yang kompleks, dimana banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti kualitas air,
ukuran, umur, jenis kelamin, ketersediaan organisme-organisme makanan, serta jumlah ikan yang
memanfaatkan sumber makanan yang sama. Menurut Effendie (1997), faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor dalam dan
faktor luar. Faktor dalam meliputi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari
ikan, seperti keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit. Sedangkan faktor
luar yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain jumlah dan ukuran makanan yang
tersedia, suhu, oksigen terlarut, dan faktor kualitas air. Faktor ketersedian
makanan sangat berperan dalam proses pertumbuhan.
Menurut
Ricker (1975 dalam KKP, 2012), ukuran
panjang dan berat ikan ini ada hubungannya dengan aktifitas yang tinggi dalam
mencari makan dan kematangan gonad, tetapi faktor makanan memegang peranan
penting. Semakin banyak ikan mendapat makanan maka pertumbuhan berat dan
panjang semakin tinggi. Faktor lain adalah kematangan gonad, oleh sebab itu
pada ikan betina pola pertumbuhannya ternyata allometrik, karena hampir 90%
ikan terubuk betina mengandung telur sehingga berat mempengaruhi pola
pertumbuhannya akibatnya pola pertumbuhan ikan terubuk jantan dan betina
berpola alometrik. Pada waktu musim pemijahan bisa terjadi pola pertumbuhan
ikan jantan berbeda dengan betina.
Pola pertumbuhan
terdiri atas dua macam, yaitu pola pertumbuhan isometrik dan allometrik. Pertumbuhan isometrik adalah perubahan terus
menerus secara proporsional antara panjang dan berat dalam tubuh ikan.
Pertumbuhan allometrik adalah perubahan yang tidak seimbang antara panjang dan
berat dan dapat bersifat sementara (Effendie,
1997).
Effendi (1979
dalam KKP, 2012), menyatakan faktor
kondisi ikan terubuk berkisar antara 0,60 – 0,74. Nilai dari faktor kondisi
tersebut sesuai dengan kematangan gonat, yaitu pada saat ikan memijah, nilai
faktor kondisi adalah maksimum. Koefisien pertumbuhan (k) akan semakin besar
jika ukuran panjang ikan semakin bertambah sehingga menyebabkan ukuran ikan
terubuk cenderung memiliki pola pertumbuhan allometrik. Variasi harga (k) bergantung
pada makanan, umur, jenis sex dan kematangan gonad.
2.4.Aktifitas
Penangkapan
2.4.1.Penangkapan di Labuhan
Batu
Penangkapan ikan di perairan Labuhan Batu dapat dilakukan sepanjang tahun,
kecuali pada waktu angin bertiup kencang dan gelombang besar. Namun demikian,
jumlah hasil tangkapan berfluktuasi menurut musim. Dari keterangan nelayan setempat maka dapat
disimpulkan bahwa di Kabupaten Labuhan Batu terdapat empat musim yaitu: 1)
Musim Utara, berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Februari. Pada
musim ini angin bertiup kencang dan gelombang besar. 2) Musim Selatan,
berlangsung dari bulan Juni sampai
dengan bulan Agustus. Pada musim ini kecepatan angin lemah dan gelombang kecil.
3)
Musim Barat, berlangsung dari bulan September sampai dengan bulan November.
Pada musim ini keadaan angin kadang-kadang bertiup lemah dan kadang-kadang kuat
dan gelombang kadang-kadang kecil dan kadang-kadang besar. 4) Musim Timur,
yaitu dari bulan Maret sampai dengan bulan Mei. Pada musim ini keadaan angin
bertiup sedang dan gelombang tenang
(BPSPL Padang, 2013).
Daerah penangkapan ikan di Kabupaten Labuhan Batu meliputi muara-muara sungai, selat, pinggiran pantai,
dan lepas pantai (Selat Malaka). Sebaran daerah operasi penangkapan
masing-masing alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis-jenis Alat
Tangkap
No.
|
Jenis alat tangkap
|
Prinsip penangkapan
|
Daerah operasi penangkapan
|
1.
|
Pukat tarik udang tunggal
|
Jaring dasar tiga lapis hanyut
|
Selat, pantai dan lepas pantai
|
2.
|
Pukat tarik ikan
|
Jaring lingkar
|
Lepas pantai
|
3.
|
Jaring insang hanyut
|
Jaring insang hanyut
|
Selat dan pantai
|
4.
|
Jaring insang tetap
|
Jaring insang tetap
|
Pantai dan lepas pantai
|
5.
|
Serok dan Songko
|
Jaring angkat
|
Selat dan pinggiran pantai
|
6.
|
Rawai tetap dasar
|
Pancing rawai tetap
|
|
7.
|
Sero
(termasuk Kelong)/ Tangkul
|
Perangkap
|
Selat dan
pinggiran pantai
|
8.
|
Perangkap
lainnya/Belat Pantai
|
Perangkap
|
Selat dan
pinggiran pantai
|
9.
|
Alat
penangkap kerang
|
Jaring
angkat
|
Pinggiran
pantai dan delta
|
10.
|
Alat
penangkap kepiting
|
Bento
|
Pinggiran
pantai di kawasan mangrove
|
Sumber : Dinas Kelautan,
Perikanan dan Peternakan Kab. LabuhanBatu, 2013
1.4.2.
Penangkapan
di Bengkalis
Waktu
penangkapan dilakukan pada saat siang maupun malam hari baik pada kondisi
pasang maupun surut. Alat tangkap yang sering digunakan oleh nelayan di
Kabupaten Bengkalis ini seperti; pukat tarik udang tunggal, pukat tarik ikan, jaring insang, dan alat
tangkap lainnya (http://www.slideshare.net).
Nelayan yang
menangkap ikan terubuk menggunakan alat tangkap jaring ingsang (giilnets) dengan mata jaring (mesh size) yang bervariasi mulai 2, 2,25, 2,5 sampai 3 inci. Jaring
ini digunakan oleh nelayan yang berasal dari Bengkalis dan Sei.Pakning. Sedangkan nelayan Selat Baru ada yang
menggunakan mata jaring lebih besar dari 3 inci karena sasaran tangkapnya bukan
saja ikan terubuk akan tetapi juga jenis ikan lainnya, seperti: parang (Hirocentrus dorab), tenggiri (Scomberomorus sp),
bawal (Pampus argenteus), senangin (Eletheronema tetradactylum) dan
ikan-ikan lainnya (KKP, 2012).
Keragaman kapal perikanan di
Kabupaten Bengkalis terdiri dari kapal penangkapan/armada kapal, kapal
pengumpul atau pengangkut dan kapal ekspor. Kapal armada ini seperti perahu dayung dan
perahu kapal motor. Perahu dayung memiliki muatan dibawah 1 GT dan perahu kapal
motor muatannya 1-20 GT. Kapal pengangkut (pengumpul) muatannya 5-50 GT.
Sedangkan kapal ekspor mempunyai kemampuan muat di atas 10 GT. Dari masing-masing
kapal ini terbuat dari bahan kayu yang berbeda dan bentuk kasko. Armada
penangkapan salah satu faktor
penentu keberhasilan penangkapan. Armada penangkapan yang digunakan nelayan
terdiri dari perahu layar, perahu tempel,
perahu motor, dan kapal motor, dengan panjangnya 4-6 meter, lebar 1-1,5 meter dan dalamnya
0,5 meter dengan muatan 5 GT sampai dengan 30 GT. Alat tangkap yang digunakan
sekitar 815 jaring insang dan 22 unit alat tangkap kerang. Secara umum jenis
ikan dan udang yang dihasilkan
yaitu seperti ikan tenggiri. biang,senangin,
parang, bawal, belanak, lomek, gulamah, selar, terubuk, kurau, jenak/Merah, gerot,
manyung dan lainnya. Lama operasi penangkapan berdasarkan prinsip ada tiga golongan
yaitu bersifat pasif,semi aktif, dan aktif. Waktu pengoperasian berdasarkan
waktu dari jam, hari, dan minggu, adapula
yang hanya perjam saja tergantung
alat tangkap dan pengaruh musim.(http://www.slideshare.net).
2.5. Konservasi
Kawasan konservasi perairan merupakan kawasan perairan
yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan
sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Penetapan kawasan
konservasi perairan salah satu upaya konservasi ekosistem yang dapat dilakukan
terhadap semua tipe ekosistem, yaitu terhadap satu atau beberapa tipe ekosistem
penting dikonservasi berdasarkan kriteria ekologis, sosial budaya dan ekonomis
(Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 tahun 2007 tentang konservasi sumberdaya
ikan).
Pembagian zona yang dapat dikembangkan
di dalam kawasan konservasi perairan yaitu, zona inti, zona perikanan berkelanjutan,
zona pemanfaatan. Melalui pengaturan zonasi serta perkembangan desentralisasi dalam
pengelolaan kawasan konservasi yang merupakan pemenuhan hak-hak tradisional
masyarakat sangat diakui dalam pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat diberikan
ruang pemanfaatan untuk perikanan di dalam kawasan konservasi (zona perikanan
berkelanjutan dan zona pemanfaatan) seperti budidaya dan penangkapan ramah
lingkungan maupun pariwisata bahari (Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, 2008).
Jenis kawasan konservasi perairan
menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan yang tertuang dalam peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor. PER. 02/MEN/2009
tentang tata cara penetapan kawasan konservasi perairan yang terdiri dari:
1.
Taman Nasional Perairan(TNP) untuk
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan
berkelanjutan, wisata perairan dan rekreasi.
2.
Suaka Alam Perairan (SAP), untuk
perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya.
3.
Taman Wisata Perairan (TWP), untuk
kepentingan wisata perairan dan rekreasi.
4.
Suaka Perikanan (SP), untuk daerah
perlindungan sumberdaya ikan tertentu
III. METODE PRAKTEK MAGANG
3.1. Waktu dan Tempat
Praktek magang ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2014,
dengan jam kantor pada hari Senin-Jum’at dari jam 08.00-16.30 WIB yang
bertempat di Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Padang Sumatera
Barat.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam magang ini yaitu Perangkat
keras berupa komputer dan data mentah yang didapat dari BPSPL Padang untuk diolah
dalam software FISAT II dan Microsoft Excel.
3.3. Metode
Praktek
Metode yang digunakan adalah metode analisis secara kuantitatif dengan menghitung
Hubungan Panjang Berat dan Analisis
Parameter Pertumbuhan ikan terubuk.
1. Perhitungan
Hubungan Panjang Berat
3.4.
Prosedur Praktek
Perhitungan
hubungan panjang dan berat ikan terubuk dapat diketahui dengan rumus (Effendie 1997):
W = aLb
Keterangan:
W
= berat ikan (gram)
L
= panjang total ikan (centi meter)
a,
b = konstanta
Analisis hubungan
panjang dan berat bertujuan mengetahui pola pertumbuhan dengan menggunakan
parameter panjang dan berat ikan. Hasil analisis pertumbuhan panjang berat akan
menghasilkan suatu nilai konstanta (b), yang akan menunjukkan laju pertumbuhan
parameter panjang dan berat. Ikan yang memiliki nilai b=3 (isometrik)
menunjukkan pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan berat.
Sebaliknya jika nilai b≠3 (allometrik) menunjukkan pertambahan panjang tidak
seimbang dengan pertambahan beratnya. Jika pertambahan berat lebih cepat
dibandingkan dengan pertambahan panjang (b>3), maka disebut sebagai
pertumbuhan allometrik positif. Apabila pertambahan panjang lebih cepat
dibandingkan dengan pertambahan berat (b<3), maka disebut sebagai
pertumbuhan allometrik negatif (Effendie 1997).
2.
Parameter Pertumbuhan
Data
frekuensi panjang digunakan untuk menduga model pertumbuhan Von Bertallanffy.
Model ini menggunakan rumus (Spare dan Venema 1999):
L(t)
= L∞(1-e-k (t – t0))
Keterangan:
L(t)
: panjang pada waktu t,
L∞
: panjang pada t tak berhingga L
K : koefisien pertumbuhan,
t0 :
waktu pada saat L0.
Model
Von Bertalanffy merupakan model sederhana akan tetapi model ini sering
memberikan kecocokan data empiris yang lebih baik. Bentuk tubuh ikan dalam
Model Von Bertalanffy diasumsikan tidak berubah selama masa pertumbuhan. Nilai
panjang rata-rata tersebut kemudian diplot terhadap umur sehingga diperoleh
bentuk kurva pertumbuhannya. Pendugaan nilai koefisien parameter pertumbuhank
dan L∞ didapat dari pengolahan sebaran frekuensi panjang ikan terubuk dengan
program Fisat II. Metodenya adalah
metoda Elefan I (Electronic Length
Frequencys Analisis). Adapun t0
didapat dari rumus persamaan empiris Pauly (Pauly 1984), yakni:
log(-t0) =
-0,3922 – 0,2752 (Log (L∞ )) – 1,0380 (log (k)) L