Dengan
apa akan aku gambarkan suasana yang meruang sudut – sudut sempit jiwa? apakah
harus aku sapukan kuas dari warna bias pelangi, agar sedikit terlihat indah dan
tidak terkesan gambaran rasa yang jemu. Atau akan aku berikan warna yang apa
adanya, biar terlihat natural dan alami walau hasilnya penuh dengan tabiat
amarah. Bahkan mungkin tidak aku warnai sama sekali, biar tetap kosong berhenti
pada titik terakhir pelabuhan rasa.
Istana
pasir yang sempat roboh berulang kali. Dengan susah dan perih meraja ku usaha
bangun dan menata ulang kembali. Dan roboh untuk ke sekian kalinya lagi. Entah
mengapa ? tak sempat terfikir akal sehatku pada ahirnya engkau kemabli lagi
untuk meruntuhkanya. Kepercayaan yang menjadi pondasi istana pasirku, harapan
menjadi lebih baik yang menjadi dinding istana pasriku, dan impian tentang
sebuah perubahan yang menjadi atap istana pasirku. Olehmu sendiri itu semua
sirna tak berarti.
Apa
sebenarnya arti dari sebuah komitmen atas pengakuan sebuah janji ? apa arti
sesungguhnya dari janji untuk tidak mengulang salah yang sama berulang – ulang
? dan apa arti maaf yang seribu kali terucap saat berbuat seribu kesalahan ?
apakah itu hanya sekedar kiasan atau metafora kata – kata saja, atau itu
sebatas ungkapan teoritis belaka, bahkan apakah itu tak lebih dari karangan
fiktif seperti karya sastra.
Semestinya
engkau tahu mana jalan yang memang itu benar dan baik untuk engkau lalui, sebuah
jalan yang tidak menyebab rasa ingin beranjak pergi. Seharusnya kejadian yang
telah lalu dapat memberikan pelajaran penting dan berharga. Dan selayaknya
semua kesalahan yang pernah dilakukan dapat menjadi kesadaran untuk tidak lagi
mengulangnya.
Pernah
aku bicara waktu itu tentang persoalan yang menyebab aku tak nyaman, siksa
batin yang merayapi. Kemudian tentang jenuh yang sempat membuat aku benar –
benar ingin pergi saja. Kubicarakan semua itu . Harapan agar ada jalan keluar
dan solusi. Namun engkau tetap saja ….!!!! Hingga aku berusaha untuk melupa
lupa tentang itu semua dan ku coba menata ulang kembali rasa yang berserakan.
Dan sekarang …. Engkau berikan aku lagi…???????
Mungkin
kata – kataku sudah kian tak berarti untuk kau ikuti, perasaan yang aku tata
berulang kembali tak dapat engkau hargai. Imbalan rasa nyeri hati yang aku
terima. Amarah dan rasa enggan yang timbul kuat menguasai.
Sekarang
semuanya terserah padamu …..!!!!! akan aku coba untuk diam dan tak lagi
mengingatkan sesui inginmu….
Lalu
jika nanti aku lebih memlih untuk diam dan berhenti pada sebuah titik akhir.
Maka jangan kau pinta aku lagi untuk kembali menata pecahan – pecahan rasa yang
berserakan. Biarkan aku sendiri ….. !!!!!!