I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Laut seperti
halnya daratan, dihuni oleh berbagai jenis biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan
dan mikroorganisme hidup. Biota laut menghuni hampir semua permukaan laut
sampai dasar laut. Keberadaan ini sangat menarik perhatian manusia bukan saja karena
kehidupannya yang penuh rahasia tetapi juga karena manfaatnya yang besar bagi
kehidupan manusia. Pemanfaatan biota laut yang semakin hari semakin meningkat
dibarengi oleh kemajuan ilmu pengetahuan teknologi
(IPTEK) khususnya tentang kehidupan laut dan berbagai jenis biotanya yang
tertampung dalam ilmu pengetahuan dalam laut yang disebut biolog laut atau marine biology.
Dengan
luasnya potensi sumber daya laut tersebut, menyebabkan banyak potensi belum
dimanfaatkan. Laut selain dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, Ternyata di
lain pihak mengalami pula penurunan atau bahkan kerusakan kualitas lingkungan
karena pencemaran atau eksploitasi sumber daya secara berlebihan.
Untuk itu dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekonologi manusia
mulai menyadari pentingnya laut dan potensi sumber daya di dalamnya. Birowo (1991),
mengemukakan bahwa laut bermanfaat sebagai sumber atau media seperti sebagai Pangan,
Transportasi, Sumber mineral, Bahan baku, Industri, Bahari, Tambang, Pertahanan
dan Keamanan, Sumber energi, Pemukiman, Pariwisata dan Tempat limbah.
Indonesia
sebagai suatu negara kepulauan terdiri dari 13.667 pulau besar dan kecil,
dengan luas daratnya 2.027.087 km2 (terdiri dari laut teritorial dan laut
nusantara).
Berdasarkan
UNCLOS (1982), Indonesia diberi hak kewenangan untuk memanfaatkan Zona Ekonomi
Eklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km2, yang menyangkut eksplorasi, Eksploitasi dan
pengeloloaan sumber daya hayati, Penelitian dan yuridiksi mendirikan instalasi
pulau buatan, dismping itu Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan
keanekargaman (biodiversity) laut terbesar di dunia, sumber daya perairan
Indonesia memiliki ekosistem yang sangat beragam dan Indonesia juga memiliki
karakteristik fauna yang luar biasa yang di didalamnya terdapat sekitar 25.000
spesies ikan yang termasuk di dalamnya dari jenis hewan atau tumbuhan lainnya.
Latar
belakang Ekosistem laut dalam merupakan kesatuan interaksi antara makhluk hidup
(komponen biotik) dengan lingkungannya (komponen abiotik) yang terjadi di laut
dalam (deep sea) yang memiliki kedalaman > 300 meter. Sumberdaya alam laut
dalam lebih banyak daripada laut dangkal. Hal ini dikarenakan : Ruang gerak
laut dalam lebih luas dari pada ruang gerak laut dangkal Akses manusia untuk
mengeksploitasi sumber daya alam laut dalam lebih sulit dengan sifat air
sebagai pelarut atau pengencer, sehingga efek limbah tidak sampai ke laut dalam
Dengan kedalam 300 meter maka cahaya matahari tidak akan dapat menembus daerah
laut dalam dan tidak akan terjadi proses fotosintesis sehingga tidak terdapat
organisme autotrof sebagai produsen yang menjadi dasar proses rantai makanan.
Selain tidak tersedianya produsen dalam ekosistem laut dalam, keadaan tanpa
cahaya tersebut dan kedalamannya membuat organisme atau biota laut dalam
melakukan adaptasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan juga dapat
bereproduksi.
1.2
Tujuan
dan Manfaat
Adapun
diadakan praktikum biologi laut ini adalah untuk mengetahui suatu ekosistem di
perairan laut yang mencangkup organisme-organisme yang ada di laut maupun yang
di sekitar pantai.
Sedangkan
manfaat dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengenal organisme laut
mulai dari ciri-ciri,klasifikasi,nama daerah serta nama latin dari organisme
tersebut.
II
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi
kelautan
adalah ilmu yang mempelajari kehidupan di laut
(makhluk hidup beserta interaksinya dengan lingkungan). Ada banyak alasan untuk
mempelajari biologi kelautan. Laut menyediakan sumber makanan, obat, bahan
dasar, rekreasi dan pariwisata. Biologi kelautan mencakup skala
yang luas, dari mikro seperti plankton
dan fitoplankton sampai hewan besar seperti paus.
Walaupun laut menutupi 71% permukaan planet Bumi, karena kedalamannya laut
meliputi sekitar 300 kali volume yang ditinggali manusia.
Lautan di
dunia merupakan kesatuan ekosistem dimana serangkaian komunitas dapat
mempengaruhi faktor-faktor fisik dan kimia air laut di sekelilingnya. Ekosistem
yang besar ini dapat dibagi menjadi daerah-daerah kecil dimana parameter fisika
dan kimia mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap populasi dari daerah
tersebut (Nybakken, 1998).
Daerah peralihan pada zona sub-litoral adalah zona
intertidal (listoral) dan estuari, (Dahuri, 1996). Zona
intertidal atau zona litoral adalah daerah pantai yang terletak di antara
pasang tertinggi dan surut terendah, (Bambang Utoyo Drs, dkk, 1996 ). Zona bentik yang posisinya di bawah zona neritik pelagik pada paparan
benua di sebut zona litora, (Kartawinata, K. dan Soemodihardjo, 1976).
Pengertian Laut dalam adalah lapisan
terbawah dari lautan, berada dibawah lapisan thermocline pada kedalaman lebih
dari 1828 m. Sangat sedikit atau bahkan tidak ada cahaya yang dapat masuk ke
area ini, dan sebagian besar organisme bergantung pada material organik yang
jatuh dari zona fotik. Komunitas yang ada pada ekosistem laut dalam kemungkinan
adalah hewan- hewan saprovora, karnivora, dan detritivora. Karena terbatasnya
sumber materi dan energi, maka keanekaragaman jenis makhluk hidup pada
ekosistem laut dalam paling rendah dibandingkan ekosistem laut lainnya.
Menurut Dahuri, R, (2003), Zona litoral
banyak mendapat cahaya, zona ini umumnya di huni oleh organisme dari berbagai
komunitas seperti rumput laut, padang lamun, terumbu karang dan lain-lain.
Sedangkan menurut Effendi, M.I. dan D.S. Syafei, (1976), Litoral memiliki
daerah peralihan dari kondisi lautan kekondisi daratan (ecoton) dan memiliki
kenekaragaman hayati yang sangat tinggi seperti estuaria. Baker
(dalam Hakim, 1996), mengemukakan bahwa substrat dasar perairan terdiri dari
bermacam-macam tipe antar lain lumpur, pasir, liat berpasir, kerikil dan
berbatu.
Suhu air
suatu perairan dipengaruhi oleh suatu komposisi substrat, kekeruhan, air hujan,
luas permukaan perairn yang langsung mendapat sinar matahari serta suu perairan
yang langsung menerima air limpasan PERKINS (dalam Hakim, 1996), selanjutnya
CONEL (dalam Efrizal, 1982) menyatakan bahwa suhu terhadap beberapa organisme
dapat dipengaruhi secra langsung maupun tidak langsung seperti laju dari
metabolisme, distribusi dan kelimpahan beberapa spesies. Kemudian NTAC (dalam
Purwanto, 1991) mentakan bahwa jenis-jenis makanan utama ikan tidak mampu
mentolerir suu air lebih dari 32 derajad celcius.
Nilai pH
suatu perairan mencirikan keseimbnagna antara asam dan basa dalam air dn
merupakan pengukuran dan konsaentrsi ion hidrogen dalam air, adanya karbonat,
hidroksida dan bikarbonat menaikkan bebasan air. Sementara adanya sam-asam
mineral bebas dan adanya asam karbonat menaikkan keasaman pH air dapat
mempengaruhi tersedianya unsur hara serta toksitas dari unsur-unsur renik (Saeni
dan Latifah, 1998). Hal-hal yang dapat mempngaruhi nilai pH antara lain
buangan-buangan industri dan runah tangga (Mahida dalam Adriman, 1995). Nilai pH dibawah 5 atau diatas 9
sangat tidak menguntungkan bagi kebanykan makrobenthos. Namun demikian pH
dibawah 4,5 serangga Chronomidae mendominasi kelopok serangga, Gastropoda
banyak ditemukan pada perairan dengan pH diatas 7.
Kekeruhan
adalah suatu ukuran biasan cahaya didalam air yang disebabkan adanya partikel
koloid dalam sispensi dari suatu plutan. Kekeruhan air merupakan suatu faktor
penting untuk mengontrol produktifitasnya. Kekeruhan mempunyai penetrasi cahaya
matahari dan oleh karenanya dapat membatasi proses-proses fotosintesa dan produktifitas primer perairan
(Wardoyo, 1975). Menurut Welch
(1984), semakin tinggi kecerahan
maka semakin dalam pula daya penetrsai cahaya matahari yang masuk kedalam suatu
perairan.
Mutan
padatan tersuspensi dalam perairan terdiri dari padatan yang tersuspensi dan
terlarut, berasal dari bahan organik dan anorganik. Adanya mutan padatan
tersuspensi dapat menyebabkan kematian bagi ikan dan organisme perairan lainnya
kerena menutupi insang. Pengaruh utama padatan tersuspensi perlahan-lahan
menutupi organisme makrozobenthos sehingga melapisi substrat air sebagai
habitatnya, mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk dan pada akhirnya
akan merubah komposisi jenis dan kelimpahan mempengaruhi rantai makanan pada
ekosistem perairan (Hawkes dalam Hakim, 1996).
Menurut Wardiyatmoko dan Eka Sudarba, (1992) Salah satu
adaptasi infauna habitat estuari adalah membuat lubang ke dalam substrat.
Walaupun adaptasi ini sudah tentu bukan semata-mata berlaku bagi fauna
estuaria, karena juga terdapat pada berbagai invertebrata di lumpur lunak di
samudra. Menurut Tim Geografi, (1999), jenis kepiting adalah hewan yang
bergerak aktif atau membenamkan diri dalam pasir (infauna) dan atau melekat
pada beberapa substrat padat seperti batuan yang terdapat di sepanjang daerah
tersebut. Hewan-hewan kecil pada
kawasan intertidal (infauna) sangat aktif dan
mempunyai semacam alat pendeteksi untuk memastikan mereka aman dari gangguan
hewan lain termasuk manusia, ( Moh. Ma’mur Drs., Omi Kartawidjaja Dra., 1986).
Makanan berupa ganggang, filamen, diatom
atau destritus sebagai tanaman dan hewan kurang lebih 71 % permukaan planet
bumi ditutupi oleh air asin dibawah permukaan ini. Kedalaman air rata-rata 8,8
km dan volume sebesar 1870 x 106 km3. karena diseluruh volune air yang besar
ini terdapat kehidupan maka lautan merupakan satu-satunya tempat kumpulan
organisme yang sangat besar di planet
bumi.
III BAHAN DAN METODE
3.1.
Waktu dan tempat
Praktikum
Biologi Laut ini dilaksanakan pada tanggal 7 April 2012 di Pantai Sungai nipa, Sumatera Barat . Kemudian dilanjutkan
pada tanggal 18 April 2012 melakukan identifikasi
di Laboratorium Terpadu Jurusan
Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang
digunakan dalam praktikum lapangan
adalah formalin, sedangkan alatnya adalah tangguk, plastik
bening, karet gelang, dan alat tulis.
Bahan yang
digunakan dalam laboratorium
adalah sampel flora dan fauna,tempayan tempat sorting,dan buku identifikasi.
3.3. Metode praktikum
Metode
praktikum yang dilakukan adalah metode pengamatan dan pengambilan sampel secara
langsung di Pantai sungai nipa Sumatera Barat, kemudian sampel
yang telah didapatkan diidentifikasi di Laboratorium Terpadu Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
3.4. Prosedur praktikum
Sampel di ambil di pinggir pantai dan bebatuan
selanjutnya sampel diawetkan dengan menggunakan formalin,
kemudian sampel di bawa ke
laboratorium terpadu ilmu kelautan untuk diamati organisme-organisme yang di dapat,setiap praktikan yang dibimbing oleh asisten, kemudian asisten
memberikan keterangan mengenai sampel
yang dibawa dari Pantai sungai
nipa Sumatra Barat
dan diidentifikasi oleh praktikan.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun
hasil yang diperoleh dari hasil praktikum setelah di identifikasi adalah
sebagai berikut :
4.1.1 Collisella
scabra
Phylum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Patellogastropoda
Family : Acmaeidae
Genus : Collisella
Gambar 1 Collisella scabra
4.1.2 Parathelpusa
sp
Phylum :
Arthropoda
Kelas : Malacostaca
Ordo : Decapoda
Family : Callinidae
Genus : Parathelpusa
Spesies : Parathelpusa
sp
Gambar 2 Parathelpusa
sp
4.1.3 Cerithium rostratum
Phylum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Family : Cerithidae
Genus : Cerithium
Spesies : Cerithium rostratum
Gambar 3 Cerithium rostratum
4.1.4 Sargassum
crassifolium
Phylum : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Family : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum crassifolium
Gambar 4 Sargassum
crassifolium
4.1.5 Sargassum
polycystum
Phylum : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Family : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum polycystum
Gambar 5 Sargassum polycystum
4.1.6 Hippopus
hippopus
Phylum : Mollusca
Kelas : Bivalvia
Ordo : Veneroida
Family : Tridacnidae
Genus : Hippopus
Spesies : Hippopus hippopus
Gambar 6 Hippopus hippopus
4.2 Pembahasan
Kepiting merupakan salah satu hewan
air yang banyak dijumpai di Indonesia dan merupakan hewan anthropoda yang
terbagi menjadi 4 famili yaitu Potunidae (kepiting perenang), Xanthidae
(kepiting lumpur), Callinidae (kepiting cancer), dan Potamonidae (kepiting air
tawar). Jenis yang paling popular sebagai bahan makanan adalah Scylla
serrata ukuran lebih dari 20 cm, yang lain adalah Portunus pelagicus yang
disebut rajungan. Kepiting dapat dikenal melalui bentuk tubuhnya yang melebar
melintang. Ciri khas yang dimiliki adalah karapaksnya berbentuk pipih atau agak
cembung dan heksagonal atau agak persegi. Ujung pasangan kaki agak pipih dan
berfungsi sebagai alat pendayung saat berenang (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Kepiting mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki yang pertama dimodifikasi menjadi sepasang
capit dan tidak digunakan untuk bergerak. Di hampir semua jenis kepiting,
kecuali beberapa saja (misalnya, Raninoida), perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi oleh maxilliped yang rata dan bagian depan dari carapace tidak membentuk sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih
(phyllobranchiate), mirip dengan insang udang, namun dengan struktur yang
berbeda.
Dahi kepiting
di bagian antara kedua matanya terdiri dari empat buah gigi tumpul. Tepi
anterolateral terdapat sembilan buah gigi runcing, di tepi anterior karapaks
dilengkapi tangkai. Bila ada gangguan dari luar, sebagai pelindung matanya.
Diantara kedua mata terdapat mulut. Merus terdapat tiga buah duri kokoh, satu
buah di anteriol dan dua buah pada tepi posteriol. Carpus terdapat sebuah duri
kokoh sebelah dalam dan sudut bagian luar bulat dilengkapi satu atau dua buah
duri kecil (Soim, 1994).
Kepiting jantan dan kepiting betina dapat dibedakan. Kepiting jantan,
tempat organ kelamin menempel pada bagian perutnya berbentuk segitiga dan agak
meruncing sedangkan pada kepiting betina cenderung membulat dan agak tumpul
(Afrianto dan Liviawaty, 1992). Ruas-ruas abdomen pada jantan sempit sedangkan
pada kepiting betina lebih besar demikian juga dari capit, capit pada jantan
dewasa lebih panjang dari capit betina.
Selama pertumbuhan, kepiting akan
mengalami beberapa ganti kulit karena rangka luar yang membungkus tubuhnya
tidak dapat membesar sehingga perlu dibuang dan diganti dengan rangka luar yang
baru yang lebih besar. Untuk menjadi dewasa zoea butuh waktu 20 kali ganti
kulit (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Cerithium rostratum Cangkang kecil, tinggi mencapai 2
cm, panjang menggelendong, agak tipis dengan terpusar menggembung dan saluran
sifon yang panjang dan lurus, struktur dari rusuk sumbu yang tebal yang
disilang dengan rusuk spiral halus tak beraturan, membentuk manik – manik pada
perpotongannya, tingkap dengan varises rendah, warna putih krem dengan garis
spiral coklat harus terputus – putus dan sebuah bintik kecil coklat diatas
ujung saluran interior.
Sebaran dan habitat : Diatas daun
lamun dan alga, di dalam pasir, daerah pasang surut dan zona sublitoral,
indofasifik barat tropis dan beriklim sedang.
Rumput laut Sargassum
crassifolium merupakan salah satu rumput laut
yang termasuk dalam kelas Phaeophyceae. Sargassum biasanya tumbuh
melekat pada benda yang keras atau batu-batu karang yang telah mati dan hancur,
bahkan sering dijumpai terapung terbawa air. Ganggang ini lain dari ganggang
pada umumnya, karena mempunyai bentuk yang mirip sekali dengan bentuk
tumbuh-tumbuhan darat, dengan akar, batang dan daunnya. Sargassum crassifolium
dilengkapi dengan gelembung-gelembung udara,
yakni alat untuk mengapung (Soerjodinoto 1962 diacu dalam Nurdayat 2005).
Menurut Tjondronegoro et al.
(1989) diacu dalam Nurdayat (2005), tiga sifat Sargassum crassifolium adalah yang pertama, Sargassum
crassifolium memiliki pigmen coklat yaitu
fukosantin yang menutupi warna hijau dari pigmen klorofil a dan c, yang kedua
yaitu hasil fotosintesis terhimpun dalam bentuk laminarin, dan yang ketiga Sargassum
crassifolium memiliki flagel.
Sargassum polycystum merupakan salah satu spesies dari
makroalga divisi Phaeophyta. Phaeophyta secara umum memiliki ciri-ciri memiliki
bentuk thalus lembaran, bulat, atau menyerupai batang; warna thalus coklat.
Phaeophyta memiliki pigmen fotosintetik klorofil a dan c, xantofil, fukoxantin,
dan diatosantin. Cadangan makanan Phaeophyta berupa laminaran dan mannitol.
Dinding sel umumnya mengandung asam alginat dan asam fucinat.
Ciri-ciri Sargassum polycystum
tidak jauh berbeda dengan cirri-ciri umum Phaeophyta. Thalus silindris
berduri-duri kecil merapat, holdfast membentuk cakram kecil dengan di atasnya
secara karakteristik terdapat perakaran/stolon yang rimbun berekspansi ke
segala arah. Batang pendek dengan percabangan utama tumbuh rimbun.
Penyebaran Sargassum polycystum
terdapat di daerah tropis, Sargassum, Turbinaria, dan Hormophysa
merupakan spesies utama penghasil alginat. Namun di Indonesia marga yang lebih
umum dijumpai dan melimpah ruah adalah Sargassum dan Turbinaria.
Hippopus hippopus melekat
keras pada bebatuan yang berada di pinggir pantai, rentang temperature 72-83 ° F (22-28 ° C).
memiliki
cangkang yang tebal.Mereka tinggal di simbiosis dengan fotosintesis dinoflagellata ganggang ( Symbiodinium ) yang tumbuh di mantel jaringan mereka Sessile di usia dewasa. Mereka mendapatkan
sebagian besar (70-100%) gizi mereka dari ganggang dan sisanya dari filter makan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Perairan
laut banyak mengandung sumber-sumber
mineral yang tinggi dan jumlahnya berlimpah, air laut sendiri banyak mengandung
zat-zat terlarut di dalamnya yang tentunya dapat memberikan keuntungan maupun
kerugian bagi kehidupan khususnya kehidupan organisme laut itu sendiri. Selain
itu laut mempunyai sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan masa
kini maupun masa yang akan datang, maka dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan
daera-daerah wilayah pesisir dan lautan. Upaya pengolahan sumber daya laut
disamping mengeksploitasinya juga harus dilakukan upaya pelestariannya. Karena
bagaimanapun juga sumber daya yang diambil terus menerus tanpa ada usaha untuk
melestarikannya akan bisa mengakibatkan terganggunya ekosistem dan rusak
susunan ekologi dari lingkungan tersebut.
Flora dan fauna
yang terdapat di Pantai sungai
nipa Sumbar ini
sangat bervariasi, ini terlihat adanya flora yang ditemukan pada saat praktikum
dilaksanakan, baik di dalam perairan maupun yang terdapat di pinggir perairan.
5.2 Saran
Dengan
keterbatasan hasil yang diperoleh maka hasil praktikun ini belum bisa dijadikan
referensi akhir mengenai biota pantai yang dapat di temukan di pantai-pantai
Sumatera. Karenanya untuk memperkaya
sampel biota laut ini diperlukan kegiatan serupa yang dilakukan di pantai lain
di daerah Sumatera.
Referensi yang juga terbatas
membuktikan bahwa sepertinya penelitian tentang keanekaragaman biota laut masih
sangat berpotensi untuk dipecahkan.
DAFTAR
PUSTAKA
BAKER (dalam HAKIM, 1996) Budidaya Rumput Laut
dan Cara Pengembangannya. Brahta, Jakarta.
BIROWO, S. 1991. Pengantar Oseanografi dalam J.
H. KUNARSO dan RUYITNO (eds). Status pencemaran laut di Indonesia dan teknik
pemantauannnya. LIPI-Jakarta.
Cummins, K. W. 1975. Fishes dalam Whitton
B. A. (ed.). River Ecology. Black-well Scient Publ. Oxford.
Dahuri, R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia melalui Sektor
Perikanan dan Kelautan. LISPI. Jakarta.
DEVIS. 1995. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Riau.
KOESBIONO. 1980. Kerapatan dari berbagai indeks struktur jenis teripang
di Pantai Kulur, Saparua. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Lampung.
LIND. 1979. Usaha-usaha komersil dibidang perikanan. Usaha Budidaya
Makroalgae.
MAGRUDER,
W.H., AND J.W. HUNT, 1979. Seaweeds of Hawai‘i. Oriental Publ. Co., Honolulu,
Hawai‘i.
NYBAKKEN,
J. W., 1988. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. Terjemahan penernit PT.
Gramedia. Jakarta.
Stasele, C.R. 1972. The Mollusca
Framework. In “Chemical Zoology” (M.Florkin and B.T. Scheer, eds) Vol.3,
pp.1-44.
DAFTAR ISI
Isi Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... iii
I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan dan
Manfaat.................................................................. 2
II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................
3
III BAHAN DAN METODE............................................................
6
3.1 Waktu dan Tempat...................................................................
6
3.2 Bahan dan
Alat.........................................................................
6
3.3 Metode
Praktikum.................................................................... 6
3.4 Prosedur
Praktikum..................................................................
6
IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................
7
4.1 Hasil.......................................................................................... 7
4.2 Pembahasan..............................................................................
10
V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................
14
5.1 Kesimpulan...............................................................................
14
5.2 Saran.........................................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Foto lokasi praktikum lapangan biologi laut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar