SELAMAT DATANG DI BLOG WINDA

Sabtu, 05 Mei 2012

Laporan Biologi Laut


I  PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Laut seperti halnya daratan, dihuni oleh berbagai jenis biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Biota laut menghuni hampir semua permukaan laut sampai dasar laut. Keberadaan ini sangat menarik perhatian manusia bukan saja karena kehidupannya yang penuh rahasia tetapi juga karena manfaatnya yang besar bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan biota laut yang semakin hari semakin meningkat dibarengi oleh kemajuan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK) khususnya tentang kehidupan laut dan berbagai jenis biotanya yang tertampung dalam ilmu pengetahuan dalam laut yang disebut biolog laut atau marine biology.
Dengan luasnya potensi sumber daya laut tersebut, menyebabkan banyak potensi belum dimanfaatkan. Laut selain dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, Ternyata di lain pihak mengalami pula penurunan atau bahkan kerusakan kualitas lingkungan karena pencemaran atau eksploitasi sumber daya secara berlebihan.
Untuk itu dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekonologi manusia mulai menyadari pentingnya laut dan potensi sumber daya di dalamnya. Birowo (1991), mengemukakan bahwa laut bermanfaat sebagai sumber atau media seperti sebagai Pangan, Transportasi, Sumber mineral, Bahan baku, Industri, Bahari, Tambang, Pertahanan dan Keamanan, Sumber energi, Pemukiman, Pariwisata dan Tempat limbah.
Indonesia sebagai suatu negara kepulauan terdiri dari 13.667 pulau besar dan kecil, dengan luas daratnya 2.027.087 km­2 (terdiri dari laut teritorial dan laut nusantara).
Berdasarkan UNCLOS (1982), Indonesia diberi hak kewenangan untuk memanfaatkan Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km2, yang menyangkut eksplorasi, Eksploitasi dan pengeloloaan sumber daya hayati, Penelitian dan yuridiksi mendirikan instalasi pulau buatan, dismping itu Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekargaman (biodiversity) laut terbesar di dunia, sumber daya perairan Indonesia memiliki ekosistem yang sangat beragam dan Indonesia juga memiliki karakteristik fauna yang luar biasa yang di didalamnya terdapat sekitar 25.000 spesies ikan yang termasuk di dalamnya dari jenis hewan atau tumbuhan lainnya.
Latar belakang Ekosistem laut dalam merupakan kesatuan interaksi antara makhluk hidup (komponen biotik) dengan lingkungannya (komponen abiotik) yang terjadi di laut dalam (deep sea) yang memiliki kedalaman > 300 meter. Sumberdaya alam laut dalam lebih banyak daripada laut dangkal. Hal ini dikarenakan : Ruang gerak laut dalam lebih luas dari pada ruang gerak laut dangkal Akses manusia untuk mengeksploitasi sumber daya alam laut dalam lebih sulit dengan sifat air sebagai pelarut atau pengencer, sehingga efek limbah tidak sampai ke laut dalam Dengan kedalam 300 meter maka cahaya matahari tidak akan dapat menembus daerah laut dalam dan tidak akan terjadi proses fotosintesis sehingga tidak terdapat organisme autotrof sebagai produsen yang menjadi dasar proses rantai makanan. Selain tidak tersedianya produsen dalam ekosistem laut dalam, keadaan tanpa cahaya tersebut dan kedalamannya membuat organisme atau biota laut dalam melakukan adaptasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan juga dapat bereproduksi.

1.2              Tujuan dan Manfaat
Adapun diadakan praktikum biologi laut ini adalah untuk mengetahui suatu ekosistem di perairan laut yang mencangkup organisme-organisme yang ada di laut maupun yang di sekitar pantai.
Sedangkan manfaat dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengenal organisme laut mulai dari ciri-ciri,klasifikasi,nama daerah serta nama latin dari organisme tersebut.






II TINJAUAN PUSTAKA

Biologi kelautan adalah ilmu yang mempelajari kehidupan di laut (makhluk hidup beserta interaksinya dengan lingkungan). Ada banyak alasan untuk mempelajari biologi kelautan. Laut menyediakan sumber makanan, obat, bahan dasar, rekreasi dan pariwisata. Biologi kelautan mencakup skala yang luas, dari mikro seperti plankton dan fitoplankton sampai hewan besar seperti paus. Walaupun laut menutupi 71% permukaan planet Bumi, karena kedalamannya laut meliputi sekitar 300 kali volume yang ditinggali manusia.
Lautan di dunia merupakan kesatuan ekosistem dimana serangkaian komunitas dapat mempengaruhi faktor-faktor fisik dan kimia air laut di sekelilingnya. Ekosistem yang besar ini dapat dibagi menjadi daerah-daerah kecil dimana parameter fisika dan kimia mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap populasi dari daerah tersebut (Nybakken, 1998).
Daerah peralihan pada zona sub-litoral adalah zona intertidal (listoral) dan estuari, (Dahuri, 1996). Zona intertidal atau zona litoral adalah daerah pantai yang terletak di antara pasang tertinggi dan surut terendah, (Bambang Utoyo Drs, dkk, 1996 ). Zona bentik yang posisinya di bawah zona neritik pelagik pada paparan benua di sebut zona litora, (Kartawinata, K. dan Soemodihardjo, 1976).
Pengertian Laut dalam adalah lapisan terbawah dari lautan, berada dibawah lapisan thermocline pada kedalaman lebih dari 1828 m. Sangat sedikit atau bahkan tidak ada cahaya yang dapat masuk ke area ini, dan sebagian besar organisme bergantung pada material organik yang jatuh dari zona fotik. Komunitas yang ada pada ekosistem laut dalam kemungkinan adalah hewan- hewan saprovora, karnivora, dan detritivora. Karena terbatasnya sumber materi dan energi, maka keanekaragaman jenis makhluk hidup pada ekosistem laut dalam paling rendah dibandingkan ekosistem laut lainnya.
Menurut Dahuri, R, (2003), Zona litoral banyak mendapat cahaya, zona ini umumnya di huni oleh organisme dari berbagai komunitas seperti rumput laut, padang lamun, terumbu karang dan lain-lain. Sedangkan menurut Effendi, M.I. dan D.S. Syafei, (1976), Litoral memiliki daerah peralihan dari kondisi lautan kekondisi daratan (ecoton) dan memiliki kenekaragaman hayati yang sangat tinggi seperti estuaria. Baker (dalam Hakim, 1996), mengemukakan bahwa substrat dasar perairan terdiri dari bermacam-macam tipe antar lain lumpur, pasir, liat berpasir, kerikil dan berbatu.
Suhu air suatu perairan dipengaruhi oleh suatu komposisi substrat, kekeruhan, air hujan, luas permukaan perairn yang langsung mendapat sinar matahari serta suu perairan yang langsung menerima air limpasan PERKINS (dalam Hakim, 1996), selanjutnya CONEL (dalam Efrizal, 1982) menyatakan bahwa suhu terhadap beberapa organisme dapat dipengaruhi secra langsung maupun tidak langsung seperti laju dari metabolisme, distribusi dan kelimpahan beberapa spesies. Kemudian NTAC (dalam Purwanto, 1991) mentakan bahwa jenis-jenis makanan utama ikan tidak mampu mentolerir suu air lebih dari 32 derajad celcius.
Nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbnagna antara asam dan basa dalam air dn merupakan pengukuran dan konsaentrsi ion hidrogen dalam air, adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat menaikkan bebasan air. Sementara adanya sam-asam mineral bebas dan adanya asam karbonat menaikkan keasaman pH air dapat mempengaruhi tersedianya unsur hara serta toksitas dari unsur-unsur renik (Saeni dan Latifah, 1998). Hal-hal yang dapat mempngaruhi nilai pH antara lain buangan-buangan industri dan runah tangga (Mahida dalam Adriman, 1995). Nilai pH dibawah 5 atau diatas 9 sangat tidak menguntungkan bagi kebanykan makrobenthos. Namun demikian pH dibawah 4,5 serangga Chronomidae mendominasi kelopok serangga, Gastropoda banyak ditemukan pada perairan dengan pH diatas 7.
Kekeruhan adalah suatu ukuran biasan cahaya didalam air yang disebabkan adanya partikel koloid dalam sispensi dari suatu plutan. Kekeruhan air merupakan suatu faktor penting untuk mengontrol produktifitasnya. Kekeruhan mempunyai penetrasi cahaya matahari dan oleh karenanya dapat membatasi proses-proses fotosintesa dan produktifitas primer perairan (Wardoyo, 1975). Menurut Welch (1984), semakin tinggi kecerahan maka semakin dalam pula daya penetrsai cahaya matahari yang masuk kedalam suatu perairan.
Mutan padatan tersuspensi dalam perairan terdiri dari padatan yang tersuspensi dan terlarut, berasal dari bahan organik dan anorganik. Adanya mutan padatan tersuspensi dapat menyebabkan kematian bagi ikan dan organisme perairan lainnya kerena menutupi insang. Pengaruh utama padatan tersuspensi perlahan-lahan menutupi organisme makrozobenthos sehingga melapisi substrat air sebagai habitatnya, mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk dan pada akhirnya akan merubah komposisi jenis dan kelimpahan mempengaruhi rantai makanan pada ekosistem perairan (Hawkes dalam Hakim, 1996).
Menurut Wardiyatmoko dan Eka Sudarba, (1992) Salah satu adaptasi infauna habitat estuari adalah membuat lubang ke dalam substrat. Walaupun adaptasi ini sudah tentu bukan semata-mata berlaku bagi fauna estuaria, karena juga terdapat pada berbagai invertebrata di lumpur lunak di samudra. Menurut Tim Geografi, (1999), jenis kepiting adalah hewan yang bergerak aktif atau membenamkan diri dalam pasir (infauna) dan atau melekat pada beberapa substrat padat seperti batuan yang terdapat di sepanjang daerah tersebut. Hewan-hewan kecil pada kawasan intertidal (infauna) sangat aktif dan mempunyai semacam alat pendeteksi untuk memastikan mereka aman dari gangguan hewan lain termasuk manusia, ( Moh. Ma’mur Drs., Omi Kartawidjaja Dra., 1986).
Makanan berupa ganggang, filamen, diatom atau destritus sebagai tanaman dan hewan kurang lebih 71 % permukaan planet bumi ditutupi oleh air asin dibawah permukaan ini. Kedalaman air rata-rata 8,8 km dan volume sebesar 1870 x 106 km3. karena diseluruh volune air yang besar ini terdapat kehidupan maka lautan merupakan satu-satunya tempat kumpulan organisme yang sangat besar di planet  bumi.






III BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan tempat
Praktikum Biologi Laut ini dilaksanakan pada tanggal 7 April 2012 di Pantai Sungai nipa, Sumatera Barat . Kemudian dilanjutkan pada tanggal 18 April 2012 melakukan identifikasi di Laboratorium Terpadu Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum lapangan adalah formalin, sedangkan alatnya adalah tangguk, plastik bening, karet gelang, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam laboratorium adalah sampel flora dan fauna,tempayan tempat sorting,dan buku identifikasi.

3.3. Metode praktikum
Metode praktikum yang dilakukan adalah metode pengamatan dan pengambilan sampel secara langsung di Pantai sungai nipa  Sumatera Barat, kemudian sampel yang telah didapatkan diidentifikasi di Laboratorium Terpadu Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

3.4. Prosedur praktikum
Sampel di ambil di pinggir pantai dan bebatuan selanjutnya sampel diawetkan dengan menggunakan formalin, kemudian sampel di bawa ke laboratorium terpadu ilmu kelautan untuk diamati organisme-organisme yang di dapat,setiap praktikan yang dibimbing oleh asisten, kemudian asisten memberikan  keterangan mengenai sampel yang dibawa dari Pantai sungai nipa  Sumatra Barat dan diidentifikasi oleh praktikan.




IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1       Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari hasil praktikum setelah di identifikasi adalah sebagai berikut :
4.1.1    Collisella scabra
Phylum            : Mollusca
Kelas               : Gastropoda
Ordo                : Patellogastropoda
Family             : Acmaeidae
Genus              : Collisella
Spesies            : Collisella scabra
Gambar 1 Collisella scabra









4.1.2    Parathelpusa sp
Phylum               : Arthropoda
Kelas                  : Malacostaca
Ordo                   : Decapoda
Family                : Callinidae
Genus                 : Parathelpusa
Spesies               : Parathelpusa sp
Gambar 2 Parathelpusa sp

4.1.3 Cerithium rostratum

Phylum               : Mollusca
Kelas                  : Gastropoda
Ordo                   : Caenogastropoda
Family                : Cerithidae
Genus                 : Cerithium
Spesies               : Cerithium rostratum
Gambar 3 Cerithium rostratum

4.1.4    Sargassum crassifolium

Phylum            : Phaeophyta
Kelas               : Phaeophyceae
Ordo                : Fucales
Family             : Sargassaceae
Genus              : Sargassum
Spesies            : Sargassum crassifolium
Gambar 4 Sargassum crassifolium

4.1.5    Sargassum polycystum

Phylum            : Phaeophyta
Kelas               : Phaeophyceae
Ordo                : Fucales
Family             : Sargassaceae
Genus              : Sargassum
Spesies            : Sargassum polycystum
Gambar 5 Sargassum polycystum
4.1.6    Hippopus hippopus

Phylum            : Mollusca
Kelas               : Bivalvia
Ordo                : Veneroida
Family             : Tridacnidae
Genus              : Hippopus
Spesies            : Hippopus hippopus
Gambar 6 Hippopus hippopus

4.2 Pembahasan
Kepiting merupakan salah satu hewan air yang banyak dijumpai di Indonesia dan merupakan hewan anthropoda yang terbagi menjadi 4 famili yaitu Potunidae (kepiting perenang), Xanthidae (kepiting lumpur), Callinidae (kepiting cancer), dan Potamonidae (kepiting air tawar). Jenis yang paling popular sebagai bahan makanan adalah Scylla serrata ukuran lebih dari 20 cm, yang lain adalah Portunus pelagicus yang disebut rajungan. Kepiting dapat dikenal melalui bentuk tubuhnya yang melebar melintang. Ciri khas yang dimiliki adalah karapaksnya berbentuk pipih atau agak cembung dan heksagonal atau agak persegi. Ujung pasangan kaki agak pipih dan berfungsi sebagai alat pendayung saat berenang (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Kepiting mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki yang pertama dimodifikasi menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk bergerak. Di hampir semua jenis kepiting, kecuali beberapa saja (misalnya, Raninoida), perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi oleh maxilliped yang rata dan bagian depan dari carapace tidak membentuk sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih (phyllobranchiate), mirip dengan insang udang, namun dengan struktur yang berbeda.
Dahi kepiting di bagian antara kedua matanya terdiri dari empat buah gigi tumpul. Tepi anterolateral terdapat sembilan buah gigi runcing, di tepi anterior karapaks dilengkapi tangkai. Bila ada gangguan dari luar, sebagai pelindung matanya. Diantara kedua mata terdapat mulut. Merus terdapat tiga buah duri kokoh, satu buah di anteriol dan dua buah pada tepi posteriol. Carpus terdapat sebuah duri kokoh sebelah dalam dan sudut bagian luar bulat dilengkapi satu atau dua buah duri kecil (Soim, 1994).
Kepiting jantan dan kepiting betina dapat dibedakan. Kepiting jantan, tempat organ kelamin menempel pada bagian perutnya berbentuk segitiga dan agak meruncing sedangkan pada kepiting betina cenderung membulat dan agak tumpul (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Ruas-ruas abdomen pada jantan sempit sedangkan pada kepiting betina lebih besar demikian juga dari capit, capit pada jantan dewasa lebih panjang dari capit betina.
Selama pertumbuhan, kepiting akan mengalami beberapa ganti kulit karena rangka luar yang membungkus tubuhnya tidak dapat membesar sehingga perlu dibuang dan diganti dengan rangka luar yang baru yang lebih besar. Untuk menjadi dewasa zoea butuh waktu 20 kali ganti kulit (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Cerithium rostratum Cangkang kecil, tinggi mencapai 2 cm, panjang menggelendong, agak tipis dengan terpusar menggembung dan saluran sifon yang panjang dan lurus, struktur dari rusuk sumbu yang tebal yang disilang dengan rusuk spiral halus tak beraturan, membentuk manik – manik pada perpotongannya, tingkap dengan varises rendah, warna putih krem dengan garis spiral coklat harus terputus – putus dan sebuah bintik kecil coklat diatas ujung saluran interior.
Sebaran dan habitat : Diatas daun lamun dan alga, di dalam pasir, daerah pasang surut dan zona sublitoral, indofasifik barat tropis dan beriklim sedang.
      Rumput laut Sargassum crassifolium merupakan salah satu rumput laut yang termasuk dalam kelas Phaeophyceae. Sargassum biasanya tumbuh melekat pada benda yang keras atau batu-batu karang yang telah mati dan hancur, bahkan sering dijumpai terapung terbawa air. Ganggang ini lain dari ganggang pada umumnya, karena mempunyai bentuk yang mirip sekali dengan bentuk tumbuh-tumbuhan darat, dengan akar, batang dan daunnya. Sargassum crassifolium dilengkapi dengan gelembung-gelembung udara, yakni alat untuk mengapung (Soerjodinoto 1962 diacu dalam Nurdayat 2005).
Menurut Tjondronegoro et al. (1989) diacu dalam Nurdayat (2005), tiga sifat Sargassum crassifolium adalah yang pertama, Sargassum crassifolium memiliki pigmen coklat yaitu fukosantin yang menutupi warna hijau dari pigmen klorofil a dan c, yang kedua yaitu hasil fotosintesis terhimpun dalam bentuk laminarin, dan yang ketiga Sargassum crassifolium memiliki flagel.
Sargassum polycystum merupakan salah satu spesies dari makroalga divisi Phaeophyta. Phaeophyta secara umum memiliki ciri-ciri memiliki bentuk thalus lembaran, bulat, atau menyerupai batang; warna thalus coklat. Phaeophyta memiliki pigmen fotosintetik klorofil a dan c, xantofil, fukoxantin, dan diatosantin. Cadangan makanan Phaeophyta berupa laminaran dan mannitol. Dinding sel umumnya mengandung asam alginat dan asam fucinat.
Ciri-ciri Sargassum polycystum tidak jauh berbeda dengan cirri-ciri umum Phaeophyta. Thalus silindris berduri-duri kecil merapat, holdfast membentuk cakram kecil dengan di atasnya secara karakteristik terdapat perakaran/stolon yang rimbun berekspansi ke segala arah. Batang pendek dengan percabangan utama tumbuh rimbun.
Penyebaran Sargassum polycystum  terdapat di daerah tropis, Sargassum, Turbinaria, dan Hormophysa merupakan spesies utama penghasil alginat. Namun di Indonesia marga yang lebih umum dijumpai dan melimpah ruah adalah Sargassum dan Turbinaria.
Hippopus hippopus melekat keras pada bebatuan yang berada di pinggir pantai, rentang temperature 72-83 ° F (22-28 ° C).
 memiliki cangkang yang tebal.Mereka tinggal di simbiosis dengan fotosintesis dinoflagellata ganggang ( Symbiodinium ) yang tumbuh di mantel jaringan mereka Sessile di usia dewasa. Mereka mendapatkan sebagian besar (70-100%) gizi mereka dari ganggang dan sisanya dari filter makan.




























V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
            Perairan laut banyak mengandung  sumber-sumber mineral yang tinggi dan jumlahnya berlimpah, air laut sendiri banyak mengandung zat-zat terlarut di dalamnya yang tentunya dapat memberikan keuntungan maupun kerugian bagi kehidupan khususnya kehidupan organisme laut itu sendiri. Selain itu laut mempunyai sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan masa kini maupun masa yang akan datang, maka dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan daera-daerah wilayah pesisir dan lautan. Upaya pengolahan sumber daya laut disamping mengeksploitasinya juga harus dilakukan upaya pelestariannya. Karena bagaimanapun juga sumber daya yang diambil terus menerus tanpa ada usaha untuk melestarikannya akan bisa mengakibatkan terganggunya ekosistem dan rusak susunan ekologi dari lingkungan tersebut.
                  Flora dan fauna yang terdapat di Pantai sungai nipa  Sumbar ini sangat bervariasi, ini terlihat adanya flora yang ditemukan pada saat praktikum dilaksanakan, baik di dalam perairan maupun yang terdapat di pinggir perairan.

5.2 Saran
Dengan keterbatasan hasil yang diperoleh maka hasil praktikun ini belum bisa dijadikan referensi akhir mengenai biota pantai yang dapat di temukan di pantai-pantai Sumatera. Karenanya untuk  memperkaya sampel biota laut ini diperlukan kegiatan serupa yang dilakukan di pantai lain di daerah Sumatera.
            Referensi yang juga terbatas membuktikan bahwa sepertinya penelitian tentang keanekaragaman biota laut masih sangat berpotensi untuk dipecahkan.





DAFTAR PUSTAKA


BAKER (dalam HAKIM, 1996) Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengembangannya. Brahta, Jakarta.

BIROWO, S. 1991. Pengantar Oseanografi dalam J. H. KUNARSO dan RUYITNO (eds). Status pencemaran laut di Indonesia dan teknik pemantauannnya. LIPI-Jakarta.

Cummins, K. W. 1975. Fishes dalam Whitton B. A. (ed.). River Ecology. Black-well Scient Publ. Oxford.

Dahuri, R. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. LISPI. Jakarta.

DEVIS. 1995. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.
KOESBIONO. 1980. Kerapatan dari berbagai indeks struktur jenis teripang di Pantai Kulur, Saparua. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Lampung.
LIND. 1979. Usaha-usaha komersil dibidang perikanan. Usaha Budidaya Makroalgae.
MAGRUDER, W.H., AND J.W. HUNT, 1979. Seaweeds of Hawai‘i. Oriental Publ. Co., Honolulu, Hawai‘i.
NYBAKKEN, J. W., 1988. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. Terjemahan penernit PT. Gramedia. Jakarta.
Stasele, C.R. 1972. The Mollusca Framework. In “Chemical Zoology” (M.Florkin and B.T. Scheer, eds) Vol.3, pp.1-44.





DAFTAR ISI

Isi                                                                                                                Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................                i
DAFTAR ISI.............................................................................................              ii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................              iii
I            PENDAHULUAN........................................................................              1
             1.1 Latar Belakang..........................................................................              1
             1.2 Tujuan dan Manfaat..................................................................               2
II          TINJAUAN PUSTAKA..............................................................                3
III         BAHAN DAN METODE............................................................              6
             3.1 Waktu dan Tempat...................................................................               6
             3.2 Bahan dan Alat.........................................................................               6
             3.3 Metode Praktikum....................................................................               6
             3.4 Prosedur Praktikum..................................................................               6
IV         HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................              7
             4.1 Hasil..........................................................................................              7
             4.2 Pembahasan..............................................................................            10
V          KESIMPULAN DAN SARAN...................................................             14
             5.1 Kesimpulan...............................................................................            14
            5.2 Saran.........................................................................................            14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN











LAMPIRAN




Foto lokasi praktikum lapangan biologi laut







Tidak ada komentar:

Posting Komentar